Kamis, 21 Oktober 2010

membangun kualitas layanan perpustakaan

MEMBANGUN KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN DALAM MERAIH KEPUASAN PEMUSTAKA
Oleh : Sungadi
Pendahuluan

Jasa pelayanan yang diberikan dengan baik merupakan strategi keuntungan karena akan dapat menghasilkan lebih banyak pelanggan yang baru. Jasa pelayanan dapat membangun kultur organisasi yang baik dimana manusia yang terlibat di dalamnya mengembangkan potensi mereka, serta jasa merupakan komponen kunci untuk mendorong suksesnya suatu perusahaan disamping memaksimalkan manfaat dan meminimalkan beban bukan harga untuk konsumen.

Suatu produk atau jasa harus memiliki daya saing agar menarik pelanggan, sebab bisnis tidak dapat berlangsung tanpa adanya pelanggan. Suatu produk hanya memiliki daya saing bila keunggulan produk tersebut terletak pada keunikan serta kualitas pelayanan jasa tersebut kepada pelanggan. Agar dapat bersaing suatu produk harus memiliki keunikan dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. Keunikan serta kualitas pelayanannya harus disesuaikan dengan manfaat yang dibutuhkan oleh pelanggan atau dengan kata lain manfaat suatu produk tergantung pada seberapa jauh produk tersebut memenuhi nilai-nilai yang dibutuhkan oleh pelanggan. Suksesnya suatu industri jasa tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu mengelola tiga aspek penting yaitu janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan, kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut serta kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan.

Dalam konteks teori costumer behavior, kepuasan lebih banyak didefinisikan dari perspektif pendalaman konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Dengan demikian kepuasan dapat diartikan sebagai hasil dari penilaian (persepsi) konsumen bahwa produk atau pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan di mana tingkat pemenuhan ini bisa lebih atau kurang. Tingkat kenikmatan yang dimaksud di sini adalah kesesuaian antara apa yang dirasakan oleh konsumen dari pengalaman konsumsinya dengan apa yang diharapkannya. Dari pengertian tersebut yang terpenting adalah persepsi, bukan kondisi aktual. Dengan demikian, bisa terjadi bahwa secara aktual, suatu produk atau jasa mempunyai potensi untuk memenuhi harapan pelanggan tetapi ternyata hasil dari persepsi pelanggan tidak sama dengan apa yang diinginkan oleh produsen. Ini bisa terjadi karena adanya gap antara apa yang dipersepsikan oleh produsen (perusahaan) dengan apa yang dipersepsikan oleh pelanggan (Palilati, 2004).

Seorang pelanggan yang puas adalah pelanggan yang merasa mendapatkan value dari produsen atau penyedia jasa (Palilati, 2004). Value ini bisa berasal dari produk, pelayanan, sistem atau sesuatu yang bersifat emosi. Kalau pelanggan mengatakan bahwa value adalah produk yang berkualitas, maka kepuasan terjadi kalau pelanggan mendapatkan produk yang berkualitas. Kalau value bagi pelanggan adalah kenyamanan maka kepuasan akan datang apabila pelayanan yang diperoleh benar-benar nyaman. Kalau value dari pelanggan adalah harga yang murah maka pelanggan akan puas kepada produsen yang memberikan harga yang paling kompetitif.

Dari sini tampak jelas bahwa produsen selaku pihak yang memberikan produk atau jasa, dituntut untuk mampu memahami konsumennya, apa yang diingini konsumen seperti penyajian produk atau jasa dengan harga yang kompetitif, informasi yang mudah untuk dipahami, pelayanan yang cepat dan tidak bertele-tele, setiap keluhan yang disampaikan dapat didengarkan dan ditindaklanjuti, diterima dan diperlakukan tanpa penilaian tertentu, dan sebagainya. Sehingga produk jasa yang disajikan produsen benar-benar sesuai dengan kebutuhan konsumen. Dengan kata lain produsen dapat memberikan pelayanan yang prima kepada konsumennya.

Yang dimaksud dengan kepuasan pemustaka adalah persepsi pemustaka bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Pemustaka yang puas akan melakukan lebih banyak berkunjung ke perpustakaan, mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan untuk berinteraksi dengan perpustakaan. Untuk dapat terciptanya suasana yang demikian itu perlu adanya langkah dan tindakan kongkrit bagi perpustakaan. Menurut Syihabuddin Qalyubi dkk. dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi (2007: 250-251) menyatakan bahwa dalam industri jasa pelayanan, agar loyalitas pemakai dapat makin erat melekat dan pemakai tidak berpaling pada pelayanan lain, kita sebagai penyedia jasa perlu menguasai lima unsur, yaitu C-T-A-R-N (Cepat, Tepat, Aman, Ramah, dan Nyaman). Disamping itu juga terdapat dimensi kualitas pelayanan yang terdiri atas reliability, responsiveness, assurance dan empati. Hal itu karena pada dasarnya pelayanan itu merupakan S-E-R-V-I-C-E, yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

S Smile for everyone ’selalu tersenyum pada setiap orang’.
E Exellence in everything we do ‘selalu melakukan yang terbaik dalam bekerja’
R Reaching out to every guest with hospitality ’menghadapi setiap tamu dengan penuh keramahan’.
V Viewing every guest as special ’melihat setiap tamu sebagai orang yang istimewa’.
I   Inviting guest to return ‘mengundang tamu untuk datang kembali ke tempat kita’.
C Creating a warm atmosphere ‘menciptakan suasana hangat pada saat berhadapan dengan tamu’.
E  Eye contact that shows we care ‘kontak mata dengan tamu untuk menunjukkan bahwa kita penuh  
     perhatian terhadap tamu’.
Dalam tulisan ini akan dibahas bagaimana cara untuk membangun pelayanan perpustakaan yang berkualitas sehingga dapat memberikan kepuasan bagi pemustaka?

Pembahasan

1. Pelayanan perpustakaan
Berbicara tentang pelayanan perpustakaan berkualitas erat kaitannya dengan kepribadian petugas pelayanan (pustakawan), sarana dan prasarana perpustakaan, dan penyajian informasi (koleksi) perpustakaan.

a. Kepribadian Pustakawan
Menurut Allport, kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Organisasi dinamis menekankan kenyataan bahwa kepribadian itu selalu berkembang dan berubah walaupun dalam pada itu ada organisasi sistem yang mengikat dan menghubungkan berbagai komponen dari kepribadian. Istilah psikofisis menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah eksklusif (semata-mata) mental dan bukan pula semata-mata neural. Organisasi kepribadian melingkupi kerja tubuh dan jiwa (tidak terpisah-pisah) dalam kesatuan kepribadian. Istilah “menentukan” menunjukkan bahwa kepribadian mengandung tendens-tendens determinasi yang memainkan peranan aktif dalam tingkah laku individu. Kata khas (unik) yang menunjuk tekanan utama yang diberikan oleh Allport pada individualis. Tidak ada dua orang yang benar-benar sama dalam caranya menyesuaikan diri terhadap lingkungan, jadi dengan demikian tidak ada dua orang yang mempunyai kepribadian yang sama. Pernyataan “menyesuaikan diri terhadap lingkungan” Allport menunjukkan keyakinannya bahwa kepribadian mengantarai individu dengan lingkungan fisis dan lingkungan psikologisnya. Jadi kepribadian adalah sesuatu yang mempunyai fungsi atau arti adaptasi dan menentukan.
Sedangkan menurut Yadi Purwanto dalam bukunya yang berjudul Psikologi Kepribadian: Integritas Nafsiyah dan ‘Aqliyah, Perspektif Psikologi Islami (2007: 228) menyatakan bahwa sifat aktivitas yang benar itu sesusungguhnya bermacam-macam naluri dan kebutuhan jasmani selalu menuntut pemenuhan manusia. Untuk pemenuhan itu manusia selalu terdorong untuk melakukan perbuatan. Allah telah mengatur perbuatan itu dengan peraturan yang benar dan rinci yang menjamin pemenuhan yang benar bagi setiap individu, dan untuk mewujudkan masyarakat yang mulia. Allah menetapkan metode bagi individu untuk melaksanakan perbuatan dengan jalan yang benar dan sukses. Allah menyeru manusia supaya mengikuti langkah-langkah ketika melaksanakan perbuatan.
Langkah pertama: berpindah dari penginderaan ke pemikiran, baru berbuat; setelah manusia mengindera realita eksternal yang membangkitkan naluri-nalurinya atau setelah mengindera realita internal (intern) yang membangkitkan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya. Namun sebelum ia bertolak melaksanakan aktivitas untuk pemenuhan naluri-naluri serta kebutuhan-kebutuhan jasmaninya hendaklah ia berpikir terlebih dahulu supaya dalam pelaksanaannya sesuai dengan apa yang dituntut Tuhan semesta alam yang telah mengatur semua perbuatan manusia.
Allah SWT telah menuntut kita agar kita tidak langsung berpindah dari penginderaan kepada perbuatan, karena yang demikian itu dapat menjatuhkan ke dalam kesalahan dan dosa. Dia berfirman:
Artinya:Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri[322] di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)[323]. kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (Q.S. An Nisa’ 4:83) [322] ialah: tokoh-tokoh sahabat dan para cendekiawan di antara mereka. [323] menurut Mufassirin yang lain maksudnya ialah: kalau suatu berita tentang keamanan dan ketakutan itu disampaikan kepada Rasul dan Ulil Amri, tentulah Rasul dan Ulil Amri yang ahli dapat menetapkan kesimpulan (istimbat) dari berita itu.

Pada ayat itu Allah benar-benar melarang bahkan mencela terhadap orang-orang yang langsung bereaksi dari penginderaan kepada perbuatan. Maka sebaiknya kita didalam menerima berita harus kita renungkan terlebih dahulu sebelum melakukan perbuatan (aktivitas). Bahkan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW yang intinya bahwa kita tidak diperbolehkan berbuat dengan tergesa-gesa, bahkan ketergesa-gesaan itu adalah perbuatan syaithan.

Allah SWT menuntut kepada orang-orang beriman agar berpikir tentang segala sesuatu yang didengarnya dari sumber-sumber yang meragukan kebenarannya, dan agar mereka bersikap hati-hati dalam kebenaran berita-berita sebelum bertindak. Firman-Nya:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Q.S. Al Hujurat 49: 6).
Karena akal tanpa penjelasan akan terjatuh pada kesalahan dan dosa. Tabayyun (klarifikasi) adalah aktivitas berpikir untuk mengetahui hakikat sesuatu.
Juga pemikiran ini harus menjadi pemahaman (mafhum) bagi seorang muslim supaya aktivitasnya menjadi pelaksanaan pemikiran serta supaya pemikirannya berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Tingkah laku seorang muslim mengikuti pemahamannya, karena pemikiran yang merupakan hukum atas realita itu tidak menjadi pemahaman kecuali apabila penunjukan pemikirannya mempunyai realita yang menjadi persepsi atau realita yang terlukis di dalam hati.

Langkah kedua: aktivitas itu harus berdiri di atas iman, maka pemikiran yang mendahului aktivitas harus memancar dari pandangan hidup. Seorang muslim kapan saja akan melaksanakan aktivitas atau meninggalkan aktivitas, maka harus dibangun bahwasanya aktivitas ini menjadi perantara akan ridha Allah dan aktivitas yang itu menjadikan murka Allah. Ia melaksanakan aktivitas karena diperintahkan Allah dan ia menjahui aktivitas karena Allah melarangnya. Aktivitas ini dibangun atas dasar iman kepada Allah.
Al-Qur’anul al-Karim sungguh-sungguh telah mengaitkan amal shaleh dengan iman pada ayat-ayat-Nya yang tidak sedikit. Allah berfirman:
Artinya: Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian [2], Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran [3]. (Q.S. Al ‘Asr 103:2-3)
Artinya: 55. Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. (Q.S. An-Nur 24:  55)

Apabila seseorang muslim mengaitkan antara aktivitas dan iman kepada Allah ketika ia melaksanakan aktivitas, maka selama melaksanakan aktivitas ia dikuasai oleh kondisi penuh iman. Karena ketika ia melakukan aktivitasnya ia memahami bahwa dirinya makhluk al-Khalik, dan ia beraktivitas sesuai perintah al-Khalik, menjadikannya merasakan kebahagiaan, yaitu memperoleh ridha Allah. Perasaan ini adalah merupakan kondisi penuh iman.

Artinya:
7. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (Q.S. Al Bayyinah 98:7-8)

Artinya:
18. Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, 19. Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, 20. Tetapi (Dia memberikan itu semata-mata) Karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi. 21. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan. (Q.S. Al-Layl 92:18-21)

Setinggi-tingginya aktivitas usaha seorang muslim adalah mencari ridha Allah. Sesungguhnya mengikat pemikiran dengan iman itu bisa menjadikan pemikiran menjadi pemahaman bagi seorang muslim. Apalagi relaita yang ditunjukkan oleh pemikiran itu tidak tersentuh oleh indra seorang muslim seperti surga dan malaikat. Hanya saja, bahwa iman dengan Al Qur’an sebagai firman Allah, dan firman yang yakin dan pasti benarnya telah memberi khabar bahwa di sana ada surga, neraka, malaikat dan jin. Maka konsekuensi khabar-khabar tersebut menjadi hakikat yang terlukis dalam hati seorang muslim sebagai penunjukannya dari pemikirannya. Oleh karena itu pemikiran-pemikiran seorang muslim telah menjadi pemahaman-pemahaman yang mempengaruhi tingkah lakunya. Maka mengikat aktivitas dengan iman itu bisa menjadikan pemikiran sebagai asas tegaknya aktivitas, menjadi pemahaman.
Langkah ketiga: bagi setiap orang yang berbuat harus mempunyai tujuan, di mana aktivitas itu terlaksana karena tujuan itu.
Dalam hukum-hukum syariat yang menuntut kita untuk melaksanakan berbagai aktivitas, niscaya kita menemukan bahwa nilai-nilai perbuatan yang harus direalisasikan dan dilestarikan adalah terdapat empat nilai, yaitu: nilai materiil, nilai spiritual, nilai kemanusiaan, dan nilai moral. Nilai material adalah usaha yang bersifat materi, yakni materi yang tersentuh dan terasa seperti makanan, kendaraan bermotor, nuqud (uang emas dan perak) dan bumi, dan segala sesuatu yang dimanfaatkan dari materi seperti busana yang dipakai dan makanan yang dimakan, yang semuanya dihasilkan oleh manusia. Allah telah menjelaskan kepada manusia sebab-sebab yang bisa menghasilkan materi seperti aktivitas berdagang, industri, pertanian, dan lain-lain. Sedangkan perkara-perkara non materi seperti kehormatan, keberanian, pujian, kemuliaan dan takut, pada umumnya justru menyebabkan kerugian material. Penyair dengan syairnya berusaha meraih nilai-nilai materiil dari orang-orang yang dipuji. Sedangkan orang yang dipuji dengan syair, ia mengurangi hartanya sebagai imbalan pujiannya, dan ia meraih nilai moril dari orang yang memuji dengan syairnya.
Seorang muslim dapat meraih nilai moral dengan cara memakai salah satu sifat-sifat yang Allah menuntutnya untuk memakainya. Rasulullah bersabda, yang artinya: “Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.”

Sebagaian akhlak itu adalah shabar. Allah berfirman, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian”. (QS. Ali Imran 3:200).

Yakni pakaian sifat shabar, diantaranya adalah pengampunan dan pemaaf. Allah berfirman, yang artinya “Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah mengampuni kalian?” (QS. An-Nur 24:22)

Diantaranya adalah pemalu, Rasulullah bersabda, yang artinya “Malu itu sebagian dari iman, sedangkan iman itu surga”

Dan diantaranya adalah dermawan dan mulia. Rasulullah bersabda, artinya “Dan dermawan itu dekat kepada Allah dan dekat dari surga” dan Sabdanya “Barangsiapa beriman dengan Allah dan hari akhir, muliakanlah tamumu”.

Semua sifat moral tersebut akan tampak pada orang muslim dikala melaksanakan perbuatannya seperti ibadah, transaksi-transaksi, sanksi-sanksi, berbagai makanan dan busana sesuai dengan perintah dan larangan Allah.
Nilai aktivitas manusia dapat diuraikan sebagai berikut:
Nilai Aktivitas Manusia
Nilai Aktivitas (al-Qimatul al-‘amal)

Qimatu madiyah
Nilai bersifat materiil, seperti: keuntungan berupa nilai uang, barang, tanah dan sebagainya.

Qimatu insaniyah
Nilai yang bersifat kemanusiaan, psikologis humanities, seperti: perasaan suka, senang, dan antar sesama seperti kebersamaan, posisi dan persahabatan.

Qimatu khuluqiyah
Nilai yang bersifat moral, etis, akhlak pribadi, seperti: jujur, berani, penolong dermawan, disiplin, dan kerja keras.

Qimatu ruhiyah
Nilai yang bersifat spiritual, seperti: ketakwaan, kedekatan dengan Sang Khaliq, pengabdian hamba kepada yang dianggapnya Maha.
Sumber: Yadi Purwanto (2007:246
Dari uraian di atas dapat diberikan penjelasan bahwa keberhasilan bagi pustakawan dalam melakukan pelayanan kepada pemustaka, hendaknya lebih menekankan pada nilai-nilai kemanusiaan (perasaan suka, senang antar sesama seperti kebersamaan, posisi dan persahabatan). Nilai-nilai moral,etis,akhlak pribadi (seperti: jujur, berani, penolong, dermawan, disiplin, dan kerja keras) juga musti dimiliki oleh pustakawan. Pustakawan juga harus lebih mengedepankan terhadap nilai spiritual (seperti: ketakwaan, kedekatan dengan Sang Khaliq, pengabdian hamba kepada yang dianggapnya Maha). Pustakawan sebagai makhluk social, tentunya juga butuh akan materi, sehingga nilai-niali meteriil bagi pustakawan dalam beraktivitas juga boleh mengharapkannya. Akan tetapi nilai materi bukanlah sebuah tujuan utama dalam melakukan aktivitasnya.
Pada firman Allah sabda Rasulullah di atas dapatlah diambil pelajaran bagi para pustakawan bahwa, sifat-sifat yang harus dimilikinya adalah: pertama, sifat dermawan karena sifat itu dekat kepada Allah dan dekat dari surga. Sifat yang kedua adalah memuliakan tamu (pemustaka) “Barangsiapa beriman dengan Allah dan hari akhir, muliakanlah tamumu”. Ketiga, sifat berakhlaqul karimah kepada pemustaka “Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik”. Keempat, sifat shabar “Wahai orang-orang yang beriman bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian”. (QS. Ali Imran 3:200). Kelima, sifat pemaaf dan berlapang dada “Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah mengampuni kalian?” (QS. An-Nur 24:22).
Kepribadian petugas pelayanan. Menurut White & Beckley (1973:6) menyatakan bahwa kepribadian dapat dimaknai menjadi beberapa hal antara lain:
  • Seorang petugas yang bekerja di industri pelayanan (pustakawan) diharapkan mampu menyenangkan pelanggan (pemustaka) melalui sikap yang santun dan murah senyum kepada para pemustaka.
  • Pustakawan harus mudah bergaul dan rela melayani pemustaka sehingga pemustaka mendapatkan kepuasan.
  • Dapat menghormati, bersikap ramah dan menghargai pemustaka.
  • Dapat meyakinkan kepada pemustaka bahwa produk jasa kita dapat diandalkan.
  • Pemustaka harus memiliki jalan pikiran yang teratur dan terorganisasi untuk melakukan pekerjaan dengan metode yang baik dan dengan tingkat ketepatan yang tinggi.
  • Penuh percaya diri dan bangga dengan pekerjaannya.
  • Akurat, teliti, dan tepat dalam melaksanakan tugasnya. Jika kita bekerja secara tepat, cepat, aman serta ramah pada tamu (pemustaka) maka balasan yang akan kita terima adalah kepuasan dalam bekerja.
  • Loyal kepada manajemen dan rekan kerja merupakan kunci sukses keberhasilan dari kerja sama tim.
  • Cerdas dalam memahami orang lain karena penggunaan akal sehat tersebut akan mengasah perasaan dan intuisi kita terhadap apa yang tersirat dalam benak pemustaka pada saat kita berinteraksi dengan mereka.
  • Bijaksana dan berbicara dengan penuh percaya diri.
  • Mencintai atas pekerjaannya dan menjadi pustakawan yang baik.
b. Sarana dan prasarana perpustakaan
Untuk dapat terciptanya suasana ruang perpustakaan yang nyaman, diperlukan adanya perencanaan pembangunan gedung perpustakaan secara matang. Perencanaan gedung yang baik akan menghasilkan tempat kerja yang efisien, nyaman, dan menyenangkan bagi staf perpustakaan dan bagi pemustaka. Dalam hal ini perencana memerlukan pemahaman tentang keperluan pemakai serta objek dan fungsi perpustakaan. Perencanaan gedung perpustakaan perlu memperhatikan keluwesan/fleksibilitas ke masa depan. Artinya perencanaan perlu dibuat agar gedung perpustakaan dapat digunakan untuk pelayanan sistem tertutup (closed access) atau sistem terbuka (open access). Disamping itu juga perlu dipikirkan pengembangan sepuluh tahun mendatang, dimana pada masa kurun waktu 10 tahun ruang perpustakaan masih mampu menampung seluruh komponen isi perpustakaan diperlukannya. Gedung hendaknya dapat diperluas untuk kepentingan mendatang dengan meminimalisir (sedikit saja) gangguan dan dengan tanpa mengubah struktur bangunan yang ada. Pada banyak gedung disediakan kawat baja atau pancang sehingga bila diperlukan dapat langsung diteruskan.

Perencanaan gedung juga dibuat secara elegan, artinya tidak terlalu berbelit, denah mudah dipahami pemustaka. Untuk memasuki gedung dari luar maupun dari pintu masuk, pengunjung tidak perlu dipusingkan oleh rancangan yang ruwet. Cukup dengan panduan serta petunjuk singkat, para pemustaka dapat menemukan bagian-bagian gedung yang diinginkannya, misal dimana letak kamar kecil atau bagaimana caranya menuju ruang referens. Desain gedung harus ekonomis, baik dalam pembangunannya maupun dalam pemeliharaannya. Dengan demikian biaya pemeliharaan gedung dapat ditekan sehemat mungkin.

Menurut Memo Program Koordinatif Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 1984, kebutuhan ruang perpustakaan yang standar adalah 1,6 meter2 per pemustaka. Sementara itu, jumlah pemustaka dihitung sebesar 25% dari jumlah total pemustaka. Untuk menghitung luas tiap raung sesuai dengan fungsinya, besarnya koleksi buku (rak), jumlah pemustaka, dan jumlah karyawan perpustakaan sangat menentukan. Untuk menghitung kebutuhan tersebut, dapat dipakai pedoman berikut.
Menurut Thompson (1979:81-83) rak satu muka, lima pagu dengan lebar 100 cm dapat memuat 115 – 165 eksemplar buku, dan jarak antar rak 100 – 110 cm. Dengan demikian, 1 meter2 luas lantai dapat memuat 150 – 220 eksemplar buku.
Mengadopsi Standard PERPUN (1999), kebutuhan area petugas perpustakaan adalah: Kepala Perpustakaan 5,4m2 , Wakil kepala/sekretaris 4,5m2 , Penanggung jawab unit 3.0m2 , dan karyawan 1,5m2.
Menurut Poole (1981:57-91), luas ruang khusus adalah: area multimedia 3,0m2/meja, area diskusi/seminar 2,0m2/tempat duduk dan area untuk konferensi 1,9m2/orang.

Untuk area lain diperlukan 10-15% dari seluruh luas lantai yang telah dihitung. Yang termasuk ruang lain adalah: selasar, aula, toilet, dan gudang.

Pembagian ruang menurut fungsinya, persentase ruang seluruh luas lantai perpustakaan pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan koleksi, pemustaka, staf, dan keperluan lain. Untuk perpustakaan terbuka maupun sistem tertutup: area untuk koleksi 45%, area untuk pemustaka 25%, area untuk staf 20%, dan area untuk keperluan lain 10%.
Uraian berikut merupakan daftar yang menunjukkan kebutuhan ruang perpustakaan dan kapasitasnya. Misalnya, gedung perpustakaan yang mempunyai luas lantai total 1000m2 dan dapat menyimpan koleksi sejumlah 67.500 eksemplar memerlukan rak buku sebanyak 300 buah, dan menyimpan kapasitas 108 tempat duduk untuk pembaca. Sebaliknya, apabila jumlah koleksi buku yang ada adalah 135.000 eksemplar, luas lantai gedung perpustakaan yang dibutuhkan adalah 2.000m2.
Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:
  • Apabila luas total ruang perpustakaan 250m2 maka alokasi untuk ruang koleksi seluas 110m2 dapat menampung rak 73 buah dan memuat buku 16.500-24.200 eksemplar, alokasi ruang baca 60m2 dan dapat menampung 26-50 kursi.
  • Apabila luas total ruang perpustakaan 500m2 maka alokasi untuk ruang koleksi seluas 225m2 dapat menampung 150 buah rak dan memuat buku 33.750-49.500 eksemplar, alokasi ruang baca 125m2 dan dapat menampung 54-194 kursi.
  • Apabila luas total ruang perpustakaan 1.000m2 maka alokasi untuk ruang koleksi seluas 450m2 dapat menampung 300 buah rak dan memuat buku 67.500-99.000 eksemplar, alokasi ruang baca 250m2 dan dapat menampung 108-208 kursi.
  • Apabila luas total ruang perpustakaan 2.000m2 maka alokasi untuk ruang koleksi seluas 900m2 dapat menampung 600 buah rak dan memuat buku 135.000-198.000 eksemplar, alokasi ruang baca 500m2 dan dapat menampung 217-416 kursi.
  • Apabila luas total ruang perpustakaan 4.000m2 maka alokasi untuk ruang koleksi seluas 1.800m2 dapat menampung 1.200 buah rak dan memuat buku 270.000-396.000 eksemplar, alokasi ruang baca 1.000m2 dan dapat menampung 434-833 kursi.
  • Apabila luas total ruang perpustakaan 6.000m2 maka alokasi untuk ruang koleksi seluas 2.700m2 dapat menampung 1.800 buah rak dan memuat buku 405.000-594.000 eksemplar, alokasi ruang baca 1.500m2 dan dapat menampung 652-1.250 kursi.
Sistem ventilasi perpustakaan perlu dibuat dengan mempertimbangkan kondisi alam sekitar perpustakaan. Ventilasi dapat dibuat dengan ventilasi pasif dan ventilasi aktif. Bangunan perpustakaan yang direncanakan dengan pemanfaatn ventilasi pasif (alam), haruslah didirikan dengan mempertimbangkan kondisi angin tempat bangunan perpustakaan tersebut akan dibangun. Arah angina, kecepatan angina, area yang terbuka dan jenis vegetasi di sekeliling bangunan dan tinggi bangunan akan sangat mempengaruhi ventilasi di dalam bangunan.

Konsep perencanaan dengan ventilasi pasif yang terbaik adalah dengan sistem ventilasi silang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk perancangan perpustakaan dengan ventilasi pasif adalah sebagai berikut:
  • Menempatkan lubang ventilasi jendela/lubang angina pada sisi dinding yang berhadapan
  • Mengusahakan agar lubang ventilasi tersebut sejajar dengan arah angina
  • Mengusahakan luas lubang ventilasi sebanding dengan persyaratan dan fasilitas ruang.
Persyaratan dan fasilitas ruang dengan luas ruang, sekurang-kurangnya 10% dari luas ruang yang bersangkutan. Penentuan letak lubang ventilasi perlu diperhatikan agar kondisi ruang mempunyai tingkat kelembaban yang rendah sehingga keamanan koleksi buku dan pustaka yang lain dapat terjamin.
Walaupun ventilasi pasif mungkin dianggap telah mencukupi, namun sebaiknya bangunan perpustakaan dapat direncanakan dengan menggunakan sistem ventilasi aktif atau sistem penghawaan buatan (air conditioning). Dasar pemikiran sistem ini adalah untuk menjaga agar kondisi temperature dan kelembaban ruang perpustakaan stabil sehingga koleksi perpustakaan terjamin keawetannya. Jika pemasangan penghawaan buatan tidak dapat menjangkau keseluruhan ruang. Ruang yang perlu dijaga kondisinya adalah sebagai berikut:
1) Area penyimpanan-penggunaan multimedia
2) Area koleksi buku langka
3) Area koleksi buku
4) Ruang baca
5) Ruang kerja pustakawan
Tingkat pengkondisian ruang yang diinginkan ialah sebagai berikut: temperature 22-240C (untuk ruang koleksi buku, ruang baca, dan ruang kerja), 200C untuk ruang computer dan kelembaban 45 – 55%.
Dasar pemikiran yang dipakai untuk konsep perencanaan sistem penerangan adalah pemenuhan tingkat intensitas terang tidak sama. Daftar intensitas adalah sebagai berikut:
1) Area baca (majalah & surat kabar) 200 lumen
2) Meja baca (ruang baca umum) 400 lumen
3) Meja baca (ruang baca rujukan) 600 lumen
4) Area Sirkulasi 600 lumen
5) Area pengolahan 400 lumen
6) Area akses tertutup 100 lumen
7) Area koleksi buku 200 lumen
8) Area kerja 400 lumen
9) Area pandang dengar 100 lumen
Penerangan harus tidak menyebabkan terjadinya penurunan gairan membaca serta tidak membuat silau. Usaha ini ditempuh dengan cara: 1) menghindari sinar matahari langsung; 2) memilih jenis lampu yang dapat memberikan sifat dan taraf penerangan yang tepat, misalnya lampu pijar akan memberikan cahaya yang bersifat setempat, lampu TL/PL/Fluorescent akan memberikan cahaya yang merata (difused), sedangkan lampu sorot akan memberikan cahaya yang terfokus pada obyek tertentu.
Kekuatan cahaya yang dikeluarkan oleh jenis lampu adalah sebagai berikut:
Lampu TL (Fluorescent tube)
1) 80 watt 3100-4850 lumens
2) 65 watt 2700-4400 lumens
3) 40 watt 1700-2600 lumens
Lampu pijar (bulb)
1) 25 watt 200 lumens
2) 40 watt 390 lumens
3) 60 watt 665 lumens
4) 100 watt 1260 lumens
5) 200 watt 2720 lumens
Penggunaan lampu TL/Fluorescent sebagai alat penerangan sebaiknya dengan menggunakan komponen lampu TL (ballast, kondensator, starter) yang baik sehingga dapat mengurangi getaran cahaya yang timbul dari sumber cahaya tersebut.

Memilih warna dinding dan perabot yang mendominasi ruang yang dapat memantulkan atau menyerap sinar yang datang. Intensitas pantulan warna:
1) White (putih) 80
2) Salmon (blewah) 53
3) Ivory muda (krem) 71
4) Pale apple green (hijau apel) 51
5) Medium grey (abu-abu) 43
6) Apricot beige (kuning kunyit) 66
7) Lemon yellow (kuning muda) 65
8) Light green (hijau muda) 41
9) Ivory (kuning gading) 59
10) Pale blue (biru muda) 41
11) Light buff (coklat muda) 56
12) Deep rose (merah mawar) 12
13) Peach (kuning tua) 53
14) Dark green (hijau tua) 9

Pemilihan warna yang tepat dapat mempengaruhi intensitas terang dan dapat pula memberikan ‘suasana’ ruang pada area tersebut.

c. Penyajian Informasi (koleksi) Perpustakaan
Perpustakaan dari generasi ke generasi selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Generasi I adalah masanya Collection centric yaitu koleksi menjadi hal yang sangat penting, koleksi mendominasi perpustakaan, focus perpustakaan ada pada koleksi (klasifikasi, katalogisasi, stock opname dan shelving). Generasi II Client focused, perpustakaan terfokus pada pemustaka , pelayanan pemustaka sudah mulai diperhatikan. Otomasi perpustakaan mulai diterapkan di perpustakaan, ruangan perpustakaan sudah mulai dipercantik. Generasi III Experience-centered, dimana generasi ini internet sudah mulai merambah perpustakaan. Pemustaka telah ikut merasakan pengalamannya menggunakan internet. Audio visual dapat dinikmati oleh pemustaka, pemustaka tidak hanya pinjam koleksi tetapi sudah dapat mengakses informasi melalui internet. Generasi IV Connected Learning Experience, adanya pengalaman pembelajaran terkoneksi. Orang menggunakan perpustakaan langsung connect dengan dunia maya, adanya fasilitas hotspot di lingkungan perpustakaan.

Persoalan yang sangat penting dalam proses seleksi adalah menetapkan dasar pemikiran untuk kegiatan ini. Perpustakaan akan menentukan pilihan apakah mengutamakan kualitas (nilai instrinsik bahan pustaka) ataukah mengutamakan penggunaan (bahan pustaka yang akan digunakan atas permintaan pemakai).

Sikap atau pandangan pustakawan terhadap fungsi dan tujuan perpustakaan akan berpengaruh dan berkaitan erat dengan penentuan prinsip mana yang akan dianut. Evans (1997:97) menyebutkan bahwa terdapat dua pandangan pustakawan mengenai fungsi dan tujuan perpustakaan, yaitu seperti berikut:

1) Perpustakaan adalah sarana untuk meningkatkan kecerdasan atau memperluas wawasan masyarakat, termasuk apresiasi masyarakat terhadap bacaan berkualitas.

2) Perpustakaan adalah lembaga yang dibiayai oleh masyarakat lewat pajak sehingga masyarakat berhak mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Pustkawan yang mengikuti pandangan yang pertama akan memfokuskan perhatiannya pada kualitas bahan pustaka sebagai criteria seleksi. Sebaliknya, pustakawan yang mengikuti pandangan yang kedua akan memprioritaskan permintaan pemakai. Disamping sikap dan pandangan pustakawan tersebut, lingkungan pustakawan bekerja juga turut berperan dalam masalah kualitas atau permintaan.

Paradigma lama menyatakan bahwa perpustakaan akan didatangi oleh pemustaka, dengan kata lain perpustakaan akan dikelilingi pemustaka, sedangkan paradigma baru menyatakan bahwa pemustaka dikelilingi informasi. Dalam paradigma baru ini pemustaka sangat dimanjakan oleh informasi, sehingga pemustaka dapat memilih informasi sesuai dengan keinginannya. Pustakawan dapat menyediakan informasi dengan menerapkan kedua pandangan Evans tersebut secara bersamaan. Artinya pustakawan selalu memperhatikan kualitas koleksi perpustakaan (informasi) sekaligus dapat memenuhi seluruh permintaan dari pemustaka.

Penyajian koleksi perpustakaan, hendaknya memperhatikan ‘akses’ (dimana koleksi perpustakaan harus mudah diakses, ditata pada rak yang mudah dijangkau oleh setiap pemustaka, untuk ukuran Indonesia tinggi rak buku yang sarankan adalah berukuran tinggi 175 cm). Dengan penyajian koleksi (informasi) yang sedemikian rupa sehingga pemustaka merasa dimanjakan oleh perpustakaan, maka kepuasan pemustaka akan terpenuhi bahkan terlampaui.

2. Kualitas Pelayanan
Kualitas dapat didefinisikan bermacam-macam, karena definisi kualitas sangat bergantung pada konteksnya. Para pakar di bidang kualitas telah banyak yang mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. David Garvin (Tjiptono, 1996) menyatakan bahwa ada lima perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
a. Trancedental Approach, biasanya diterapkan dalam seni musik, drama seni tari, dan seni rupa, sehingga kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan dan diketahui tetapi sulit dioperasionalkan dan dijabarkan.

b. Product Based Approach, pendekatan ini menggarap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Pandangan ini sangat obyektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan dan preferensi individual.

c. User Based Approach, pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan atau keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.

d. Manufacturing Based Approach, pendekatan ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan faktor-faktor perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan persyaratannya. Dalam sector jasa, dapat dikatakan kualitasnya bersifat operations-driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang diterapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.

e. Value Based Approach, pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relative, sehingga produk yang memiliki kualitas tinggi belum tentu produk yang paling bernilai, akan tetapi yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli.

Gronroos (Tjiptono, 1996) menyatakan bahwa ada tiga criteria pokok dalam menilai kualitas jasa, yaitu outcome related (berhubungan dengan hasil), process related (berhubungan dengan proses), dan image related criteria (berhubungan dengan kesan). Ketiga criteria tersebut masih dijabarkan menjadi enam aspek, yaitu:
a. Profesionalism and Skills
Kriteria yang pertama ini merupakan outcome related criteria, dimana pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa (service provider), karyawan, system operasional, dan sumber daya fisik memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara professional.
b. Attitudes and Behavior
Kriteria ini adalah process related criteria. Pelanggan merasa bahwa karyawan perusahaan (contact personal) menaruh perhatian dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah pelanggan secara spontan dan senang hati.
c. Accessibility and Flexibility

Kriteria ini termasuk dalam process related criteria. Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan, dan system operasionalnya dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat melakukan akses dengan mudah. Selain itu juga dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.
d. Reliability and Trustworthiness
Kriteria ini termasuk dalam process related criteria. Pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi, pelanggan bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.
e. Recovery
Recovery termasuk dalam process related criteria. Pelanggan menyadari bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat.
f. Reputation and Credibility
Kriteria ini merupakan image related criteria. Pelanggan meyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.

Sementara Goetsch dan Davis (Sugiarto, 1999) mendefinisikan kualitas dengan cakupan yang lebih luas, yaitu suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas atau mutu dalam industri jasa pelayanan adalah suatu penyajian produk atau jasa sesuai ukuran yang berlaku di tempat tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknya sama dengan yang diinginkan dan diharapkan oleh konsumen. Dalam pengertian ini kualitas tidak hanya menekankan pada aspek hasil akhir akan tetapi juga menyangkut kualitas manusia, proses, dan kualitas lingkungan.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan merupakan jumlah dari atribut atau sifat-sifat yang meliputi daya tahan, kenyamanan, daya guna, dan lain-lain yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pemustaka.

3. Aspek-aspek Kualitas Pelayanan Perpustakaan
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (Aritonang, 2005) mengemukakan terdapat lima dimensi atau aspek-aspek pokok dalam kualitas jasa yang kemudian kelima aspek tersebut dikenal sebagai ServQual (Service Quality), yang meliputi:
a. Tangibles
Dimensi ini mencakup kondisi fisik perpustakaan, fasilitas, peralatan serta penampilan pustakawan. Karena jasa tidak dapat diamati secara langsung, maka pemustaka seringkali berpedoman pada kondisi yang terlibat mengenai jasa dalam melakukan evaluasi.
b. Reliability
Dimensi ini menunjukkan kemampuan perpustakaan untuk memberikan pelayanan secara akurat dan andal, dapat dipercaya, bertanggung jawab atas apa yang sajikan, tidak pernah memberikan informasi yang berlebihan dan selalu memenuhi permintaan pemustaka.
c. Responsiveness
Dimensi ini mencakup keinginan pustakawan untuk membantu pemustaka dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat, selalu memperoleh definisi yang tepat dan segera mengenai pemustaka. Dimensi ketanggapan ini merefleksikan komitmen perpustakaan untuk memberikan pelayanan tepat pada waktunya.
d. Assurance
Dimensi ini merefleksikan kompetensi perpustakaan, keramahan (kesopan-santunan) kepada pemustaka, dan keamanan operasinya. Kompetensi berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan dalam memberikan jasa. Keramahan mengacu pada bagaimana pustakawan berinteraksi dengan pemustaka. Kemanan merefleksikan perasaan pemustaka bahwa pemustaka bebas dari bahaya, resiko, dan keragu-raguan.
e. Empathy
Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap pemustaka. Dimensi ini juga merefleksikan kemampuan pustakawan untuk menyelami perasaan pemustaka sebagaimana jika pustakawan itu sendiri mengalaminya.

Kennedy dan Young (Doelhadi, 2006) menjelaskan bahwa ada empat dimensi dalam kualitas layanan yang dapat diterapkan pada industri jasa:
a. Availability (keberadaan), adalah suatu tingkatan keberadaan dimana pelanggan dapat mengadakan kontak dengan pemberi jasa (perpustakaan).

b. Responsiveness (ketanggapan), adalah tingkatan dimana pemberi jasa (perpustakaan) bereaksi cepat terhadap permintaan pelanggan (pemustaka).

c. Convenience (menyenangkan), adalah tingkatan dimana pemberi jasa (perpustakaan) menggunakan perilaku dan gaya profesional yang tepat selama bekerja dengan pelanggan (pemustaka).

d. Timeliness (tepat waktu), adalah tingkatan dimana pekerjaan dapat dilaksanakan dalam kerangka waktu yang sesuai dengan perjanjian/jadwal.

Dalam dunia perpustakaan, ada beberapa criteria atau aspek dalam menentukan mutu atau kualitas layanan, yaitu sebagai berikut (Tjiptono, 1996):

a. Akses, yaitu kemudahan mendapatkan informasi (koleksi) pada tempat-tempat, waktu yang tepat tanpa banyak menunggu.

b. Komunikasi, yaitu bahwa pemustaka dapat menjalin komunikasi dengan pustakawan dengan baik tanpa adanya jarak yang membatasi diantara mereka. Komunikasi juga dapat diartikan sebagai media bagi pustakawan dalam menyampaikan informasi-informasi terbaru kepada pemustaka.

c. Kompetensi, yaitu para pustakawan yang memiliki skil dan pengetahuan yang memadai, sehingga apabila ada pemustaka yang akan bertanya akan mendapatkan jawaban yang memuaskan.

d. Kesopanan, yaitu pustakawan dituntut untuk bersikap ramah, cepat tanggap, dan tenang.

e. Keandalan, yaitu informasi (koleksi) perpustakaan diberikan secara konsisten dan cepat.

f. Kredibilitas, yaitu perpustakaan dan pustakawan dituntut untuk dapat dipercaya sehingga pemustaka akan lebih setia berkunjung dan memanfaatkan jasa perpustakaan.

g. Responsif, yaitu tuntutan akan layanan atau respon dari pustakawan yang cepat dan kreatif terhadap permintaan atau permasalahan yang dihadapi oleh pemustaka.

h. Kemanan, yaitu informasi yang diberikan harus bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan. Barang bawaan pemustaka yang dititipkan di perpustakaan juga harus ada jaminan keamanannya.

i. Nyata, yaitu informasi dan koleksi yang disajikan mencerminkan kualitas yang dapat diandalkan.

j. Memahami pemustaka, yaitu pustakawan harus benar-benar membuat usaha untuk memahami kebutuhan pemustaka dan memberikan secara individual.
Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan perpustakaan dapat dilihat dari sejauh mana kualitas pelayanan yang diberikan kepada pemustaka. Oleh karena itu pelayanan yang unggul harus diperhatikan perpustakaan untuk memberi kepuasan kepada para pemustaka. Kualitas jasa perpustakaan yang unggul ini secara garis besar dapat dilihat dari kinerja perpustakaan yang menetapkan konsep kecepatan, ketepatan, keramahan, dan kenyamanan pelayanan yang diberikan perpustakaan kepada pemustaka.
4. Mengukur Kepuasan Pelanggan (Pemustaka)
Kepuasan pelanggan keseluruhan ditentukan oleh faktor nilai yang dirasakan, kualitas yang dirasakan dan harapan pelanggan (pemustaka) ke pelanggan (pemustaka) keseluruhan yang mempunyai konsekuensi perilaku berupa komplain pelanggan dan kesetiaan pelanggan.
Kepuasan pelanggan mempunyai tiga antasenden yaitu kualitas yang dirasakan, nilai yang dirasakan dan harapan pelanggan. Kualitas yang dirasakan secara langsung mempunyai efek positif terhadap kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Kepuasan pelanggan secara keseluruhan akan berpengaruh negatif pada komplain pelanggan dan berpengaruh positif pada kesetiaan pelanggan.

Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya (Philip Kotler dalam Usmara, 2008).

Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui (Gerson, 2004).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan akan dapat dirasakan oleh pelanggan (pemustaka) manakala harapannya dapat terpenuhi atau terlampaui melaui kualitas layanan yang dapat diperolehnya, kemudian dapat merasakan atas nilai yang diperolehnya itu melalui informasi (koleksi) yang didapatnya di perpustakaan.

Gerson (2004:19) memberikan rumusan lima teknik untuk memberikan pelayanan prima, dimana lima teknik ini akan memperbaiki mutu produk dan jasa yang disajikan kepada pelanggan dan meningkatkan pelayanan yang diberikan oleh perpustakaan. Ingat bahwa kunci kepuasan pemustaka adalah persepsi mereka bahwa perpustakaan memenuhi atau melampaui harapan mereka dalam situasi tertentu.

a. Beri Nilai Tambah, beri pemustaka sesuatu melebihi harapannya. Dengan melebihi harapan mereka, kita telah menjadikan mereka sebagai pemustaka yang puas.

b. Latih staf kita dalam bidang Teknik Pengukuran Mutu Internal, staf kita harus dilatih untuk mengidentifikasi kapan dan dimana masalah mutu muncul dan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengoreksinya sebelum pemustaka melihat kesalahan tersebut. Alat pengukuran statistic dan standar mutu kerja adalah dasar keberhasilan pelaksanaan teknik ini. Juga mintalah karyawan kita untuk mengecek dan mengecek ulang pekerjaan mereka sendiri, ketimbang mengangkat pengawas mutu. Akhirnya, kita sendiri harus terjun langsung memeriksa agar segalanya sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, bekerjalah bersama para karyawan (pustakawan) kita untuk menetapkan standar kinerja mereka dan kemudian periksalah apakah mereka bekerja secara benar.

c. Kontak tetap, pelanggan yang diajak berkomunikasi secara teratur merasa diperhatikan. Dengan demikian kemungkinan besar mereka akan memaafkan kesalahan-kesalahan tertentu pada pekerjaan kita. Lakukan kontak terus menerus dengan pemustaka melalui newsletter, kartu ucapan terima kasih, kartu ucapan hari raya, kartu ulang tahun, dan hubungan telepon.

d. Program imbalan. Seperti juga pustakawan Anda, pemustaka juga akan bahagia jika menerima imbalan. Hargai dan berikan imbalan pada pemustaka yang sering berkunjung ke perpustakaan, sering meminjam pustaka, sering memanfaatkan fasilitas perpustakaan, dan juga bila mereka merekomendasikan kita kepada pemustaka baru.

e. Aliansi Strategis dan Kemitraan. Semua teknik ini harus proaktif, dan teknik yang kelima ini merupakan teknik yang paling proaktif. Jadikan pelanggan (pemustaka) sebagai mitra, baik dalam pengertian yang sesungguhnya atau sekedar symbol. Bila orang memiliki andil secara psikologis atau financial dalam suatu usaha, mereka akan berupaya agar usaha tersebut berhasil. Mintalah pelanggan untuk mengunjungi kantor Anda, ajak melakukan inspeksi , dan mintalah saran mereka bagaimana cara memperbaiki mutu pelayanan Anda. Mintalah pelanggan untuk duduk dalam dewan penasihat atau dewan direksi. Pandangan mereka akan membantu Anda menjadi penyedia barang dan jasa yang lebih baik.

Pengukuran kepuasan pemustaka harus menjawab pertanyaan-pertanyaan penting untuk mencapai keberhasilan berupa siapa, apa, kapan, di mana, bagaimana, dan mengapa.
a. Siapa yang akan mengukur? Jawabnya adalah setiap orang.
b. Apa yang harus diukur? Semuanya dan segalanya yang berdampak pada pemustaka.
c. Kapan harus mengukur? Sepanjang waktu.
d. Di mana yang diukur? Di seluruh perpustakaan dan setiap proses yang berdampak pada kepuasan pemustaka dan mutu.
e. Bagaimana mengukurnya? Buat standar kinerja dan criteria yang bisa dikuantifikasikan sehingga kinerja kita bisa dievaluasi dengan menggunakan angka dan data yang tersedia.
f. Mengapa kita mengukur? Untuk mempelajari cara-cara memperbaiki mutu dan meningkatkan kepuasan pemustaka.
Tujuh alasan utama mengapa perlu melakukan pengukuran kepuasan pemustaka adalah:
a. Untuk mempelajari persepsi pemustaka. Pengukuruan ini perlu melakukan identifikasi yang mencakup apa yang mereka cari dan mereka butuhkan di perpustakaan, apa criteria mereka untuk menentukan diterima atau tidaknya mutu pelayanan, apa batas minimal untuk membuat mereka puas, dan apa yang harus dilakukan perpustakaan untuk mereka sehingga mereka terus akan berhubungan dengan perpustakaan.
b. Untuk menentukan kebutuhan, keinginan, persyaratan, dan harapan pemustaka. Bila perpustakaan mengukur kepuasan pemustaka, ukur juga kebutuhan, keinginan, persyaratan, dan harapannya terhadap perpustakaan, serta mengapa demikian.
c. Untuk menutup kesenjangan. 1)Kesenjangan antara pandangan perpustakaan terhadap keinginan pemustaka dengan keinginan pemustaka yang sesungguhnya. 2)Kesenjangan antara pandangan perpustakaan terhadap barang/jasa yang dimanfaatkan oleh pemustaka dan pandangan pemustaka terhadap barang/jasa yang telah diterimanya. 3)Kesenjangan antara pandangan perpustakaan dengan pandangan pemustaka terhadap mutu pelayanan yang diberikan. 4)Kesenjangan antara harapan pemustaka terhadap mutu pelayanan dengan kinerja pelayanan yang sesungguhnya. 5)Kesenjangan antara jadwal jam pelayanan dengan pelayanan yang sesungguhnya.
d. Untuk memeriksa apakah peningkatan mutu pelayanan dan kepuasan pemustaka sesuai harapan kita atau tidak. Perpustakaan harus menetapkan standar kinerja, menginformasikannya kepada staf serta pemustaka dan kemudian mengukur kinerja sesungguhnya dengan standar tersebut.
e. Karena peningkatan kinerja membawa peningkatan mutu. Meskipun tidak ada jamainan, sangatlah aman untuk berasumsi bahwa jika kita meningkatkan kinerja mutu pelayanan dan penyampaian, kemungkinan kita akan mendapatkan peningkatan mutu layanan.
f. Untuk mempelajari bagaimana kita melakukannya dan apa yang harus dilakukan kemudian. Penelitian pelanggan akan memberikan informasi tentang apakah pelanggan (pemustaka) puas atau tidak, dan apa yang harus kita lakukan untuk memuaskan mereka di masa mendatang. Mereka juga akan memberi tahu apakah kita perlu mengubah strategi dan/atau arah pelayanan. Pengukuran persepsi pemustaka dalam hal mutu pelayanan dan tingkat kepuasan sangatlah penting bagi keberhasilan pelayanan perpustakaan.
g. Untuk menerapkan proses perbaikan berkesinambungan. Ajukan pertanyaan kepada pemustaka dan juga karyawan kita, bagaimana caranya kita bisa melakukannya dengan lebih baik. Mintalah jawaban, saran, serta rekomendasi mereka dan implementasikan dalam pelayanan di perpustakaan. Kemudian tanyakan lagi, dan lagi. Dan jadikan itu sebagai pijakan untuk terus-menerus melakukan perbaikan.
5. Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut di atas, untuk dapat terwujudnya pelayanan perpustakaan yang berkualitas sehingga dapat memberikan kepuasan bagi pemustaka, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
  1. Pustakawan sebagai makhluk sosial yang beragama, maka di dalam melaksanakan tugas kepustakawanannya harus bersandar kepada Allah dengan senantiasa memohon atas ridha-Nya. Apabila kita ihlas maka Allah akan ridha terhadap apa yang kita kerjakan. Dia berfirman dalam QS. Al Bayyinah 98: 7-8 :
  2. Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.
  3. Kepribadian pustakawan, kecuali tergambar dalam Al Qur’an Surat Al Bayyinah 7-8 tersebut, juga harus mempunyai sifat sabar, suka menolong, bersikap ramah dan sopan, respek terhadap pemustaka, dan dapat menyesuaikan keadaan serta dapat mengikuti adanya perkembangan teknologi informasi, memiliki kompetensi dan skil yang memadai, kredibel, dan responsive, serta memiliki sifat empati terhdap pemustaka.
  4. Sarana dan prasaran perpustakaan juga merupkan bagian penting dari pelayanan perpustakaan, yang meliputi perencanaan gedung harus matang, peralatan rak yang sesuai dengan kondisi pemustaka, pencahayaan yang cukup, ventilasi yang sesuai, suhu udara dalam ruangan, tata ruang, serta alokasi pembagian ruangan yang proposional, dan warna cat ruangan dan perabot lainnya. Pemilihan warna yang tepat dapat mempengaruhi intensitas terang dan dapat pula memberikan ‘suasana’ ruang pada area perpustakaan.
  5. Dalam menyajikan informasi, perpustakaan memiliki dua paradigma yaitu paradigma lama dan paradigma baru. Paradigma lama menyatakan bahwa perpustakaan akan didatangi oleh pemustaka, dengan kata lain perpustakaan akan dikelilingi pemustaka, sedangkan paradigma baru menyatakan bahwa pemustaka dikelilingi informasi. Dalam paradigma baru ini pemustaka sangat dimanjakan oleh informasi, sehingga pemustaka dapat memilih informasi sesuai dengan keinginannya. Pustakawan dapat menyediakan informasi dengan menerapkan kedua pandangan Evans tersebut secara bersamaan. Artinya pustakawan selalu memperhatikan kualitas koleksi perpustakaan (informasi) sekaligus dapat memenuhi seluruh permintaan dari pemustaka.
Penyajian koleksi perpustakaan, hendaknya memperhatikan ‘akses’ (dimana koleksi perpustakaan harus mudah diakses, ditata pada rak yang mudah dijangkau oleh setiap pemustaka, untuk ukuran Indonesia tinggi rak buku yang sarankan adalah berukuran tinggi 175 cm).

Dengan penyajian koleksi (informasi) yang sedemikian rupa sehingga pemustaka merasa dimanjakan oleh perpustakaan, maka kepuasan pemustaka akan terpenuhi bahkan terlampaui.
5. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan (pemustaka) maka perpustakaan perlu melakukan evaluasi dan pengukuran mutu, serta perbaikan secara berkesinambungan. Perpustakaan harus menetapkan standar kinerja (secara kuantitatif), menginformasikannya kepada staf serta pemustaka dan kemudian mengukur kinerja sesungguhnya dengan standar tersebut.
Kepuasan pelanggan mempunyai tiga antasenden yaitu kualitas yang dirasakan, nilai yang dirasakan dan harapan pelanggan. Kualitas yang dirasakan secara langsung mempunyai efek positif terhadap kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Kepuasan pelanggan secara keseluruhan akan berpengaruh negatif pada komplain pelanggan dan berpengaruh positif pada kesetiaan pelanggan.

Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional RI. 2004. PerpustakaanPerguruan Tinggi: Buku Pedoman, edisi ketiga. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Gerson, Richard F. 2004. Mengukur Kepuasan Pelanggan. Jakarta: Penerbit PPM.

Mawahib, Alfin. 2008. Hubungan antara Kualitas Pelayanan Jasa dengan Kepuasan pada Nasabah. Skripsi: Tidak diterbitkan.

Purwanto, Yadi. 2008. Psikologi Kepribadian: IntegritasNafsiyah dan ‘Aqliyah, Perspektif Psikologi Islami. Bandung : PT Refika Aditama.

Qalyubi dkk., Syihabuddin. 2007. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Adab, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Usmara, Usi. 2008. Pemikiran Kreatif Pemasaran. Yogyakarta: Amara Books.

Selasa, 12 Oktober 2010

Advokasi Perpustakaan

ADVOKASI PERPUSTAKAAN
Oleh : Sungadi

ABSTRAK

Tulisan ini mendefinisikan advokasi secara umum dan advokasi perpustakaan pada khususnya. Memberikan contoh-contoh jenis-jenis tertentu advokasi perpustakaan dan masalah-masalah yang mungkin mereka hadapi. Menekankan pentingnya perpustakaan terpadu dan terorganisir dan kampanye advokasi. Menjelaskan jenis-jenis orang dan kelompok-kelompok yang terlibat dalam upaya-upaya advokasi perpustakaan. Menunjukkan jenis tujuan, pesan, dan cerita yang diperlukan untuk mendukung kampanye advokasi. Menggambarkan bagaimana pendukung perpustakaan berinteraksi dengan media dan publik pejabat. Menjelaskan bahan yang digunakan di kampanye advokasi perpustakaan .

Pendahuluan

Apakah advokasi perpustakaan?

Advokasi adalah sebuah upaya untuk memperoleh dukungan atau untuk mendukung, mempromosikan, dan membela publik, dan advokasi adalah suatu sistem atau dukungan disiplin yang terorganisir, promosi, dan pertahanan dari menyebabkan, sebuah asosiasi, atau lembaga di arena publik. (Michael Gorman)

Advokasi adalah sesuatu yang direncanakan, disengaja, mendukung usaha untuk meningkatkan kesadaran dari sebuah isu. Ini proses yang berkelanjutan di mana dukungan dan pengertian yang dibangun secara bertahap selama jangka waktu dan menggunakan berbagai pemasaran dan public relations tools.

Advokasi adalah sebuah pernyataan yang disampaikan kepada para pengambil keputusan, calon mitra, penyandang dana, semua stakeholder, "agenda Anda akan sangat dibantu oleh apa yang kita tawarkan." (www.cla.ca/divisions/capl/advocacy/)

Advokasi didefinisikan sebagai:

"Proses mengubah dukungan pasif menjadi tindakan berpendidikan oleh stakeholders" "Hanya menyuarakan dukungan untuk perpustakaan dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama"(ALA)

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa advokasi perpustakaan adalah sebuah upaya untuk memperoleh dukungan penuh dari para pemegang kebijakan terhadap program yang ditawarkan prpustakaan, sehingga perpustakaan dapat mengekspresikan diri secara optimal dalam membawa misinya, sehingga kesempatan untuk memberika kepuasan terhadap pelanggan akan lebih terbuka dengan lebar.

Di dunia perpustakaan, advokasi berarti telah datang dua hal publik, dukungan dan promosi terorganisasi dari perpustakaan perorangan atau individu dan layanan perpustakaan publik, dukungan terorganisir perpustakaan di perpustakaan umum atau dari penyebab masalah. Dua kata yang umum dan terorganisasi penting untuk definisi ini. Dukungan swasta, individu akan dapat membantu, tapi karakter utama dari advokasi terletak di aksi-kampanye diselenggarakan sekitar kolektif aksi-di arena publik. Yang terorganisasi, sifat umum advokasi berarti bahwa upaya-upaya advokasi, mau tidak mau, terlibat dengan politik. Di banyak negara demokrasi barat, "Politik" telah datang untuk dilihat sebagai setara dengan pesta dan partisan politik-perjuangan antara kanan dan kiri. Dalam arti lebih luas dari kata politik, adalah tentang alokasi sumber daya. Pemerintah dan lembaga donor swasta pernah punya cukup uang untuk melakukan semua hal, mereka dihimbau untuk melakukan dan berbagi sumber daya sering tergantung pada advokasi yaitu, yang mewakili kepentingan sendiri paling efektif dalam kompetisi untuk uang dan kekuasaan. Pesan pusat advokasi perpustakaan adalah bahwa mereka yang mendukung perpustakaan dan perbaikan layanan perpustakaan harus terlibat dalam wacana publik dalam rangka untuk mengamankan mereka dari sumber daya adil (sumber daya langka ) yang tersedia.

Pembahasan

Advokasi Perpustakaan, sebagaimana telah kita lihat, memiliki dua wajah. Masing-masing wajah memiliki dua aspek. Berikut adalah contoh-contoh masing-masing:

Advokasi untuk setiap perpustakaan atau layanan perpustakaan pribadi

1. Sebuah perpustakaan umum kota memiliki jam buka layanan sedikit, tidak ada staf profesional, dan koleksi tua. Perpustakaan dibiayai dari kombinasi lokal dan pajak nasional. Masalah mendiagnosis mudah , tetapi seandainya orang harus memilih antara memiliki jam buka perpustakaan yang lebih dan menyewa pustakawan profesional? Atau andaikan orang harus memilih antara mempekerjakan pustakawan profesional dan memiliki anggaran bahan yang jauh lebih besar? Solusinya mudah melihat terlalu-meningkatnya pendapatan dari lokal dan / atau pajak nasional atau mencari sumber-sumber pendapatan baru.

Namun, bagaimana pengaruh warga kota lokal dan / atau politisi nasional untuk mengalokasikan lebih banyak pajak uang ke perpustakaan kota? Bagaimana mereka bisa membujuk sesama warga-beberapa di antaranya mungkin acuh tak acuh ke perpustakaan-untuk memilih untuk menaikkan pajak mereka untuk perpustakaan atau menyumbang uang swasta ke perpustakaan?

2. Sebuah perpustakaan universitas memiliki sejumlah departemen koleksi perpustakaan dan terpisah. Yang terakhir ini termasuk koleksi buku berharga dan sumber daya lainnya Asia Timur yang telah diabaikan selama beberapa tahun. Bagaimana beberapa profesor dan pustakawan dengan minat Studi Asia Timur mempengaruhi universitas administrasi dan / atau pusat administrasi perpustakaan untuk mengalokasikan dana tambahan untuk koleksi Asia Timur? Jika mereka diberikan dana tambahan, misalkan pilihan antara mempekerjakan pustakawan baru untuk katalog dan melakukan layanan referensi dalam kajian Asia Timur atau pengeluaran uang untuk membangun koleksi yang up to date?

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut maka, kehadiran advokasi perpustakaan akan dapat membantu mengatasi masalah tersebut. Advokasi perpustakaan dapat berperan sebagai mediator antara pihak perpustakaan dengan pihak-pihak pengambil kebijakan.

Advokasi untuk perpustakaan di perpustakaan umum atau penyebab isu-isu

1. Usaha orang di sebuah kota yang peduli terhadap rendahnya tingkat melek huruf di kalangan orang-orang muda sebagai karyawan masa depan mereka. Orang-orang muda tidak melakukan usahanya dengan baik di sekolah dan universitas akhirnya gagal untuk mendapatkan tempat, sehingga seorang karyawan yang terampil dapat mengekspresikan diri dengan baik. Orang pebisnis menyimpulkan bahwa tidak adanya staf perpustakaan sekolah yang baik, oleh pustakawan profesional merupakan penyumbang utama terhadap penurunan keaksaraan dan menentukan untuk meningkatkan sekolah perpustakaan di kota mereka. Bagaimana mereka membujuk politisi lokal untuk berinvestasi dalam jasa perpustakaan sekolah yang baik? Bagaimana mereka membujuk para administrator dari sekolah untuk mengalihkan sumber daya yang langka program dari sekolah lain? Bagaimana mereka melibatkan orang tua dari anak mereka? Jika mereka lakukan berhasil mengamankan sumber daya tambahan, bagaimana jika mereka harus memilih antara mempekerjakan pustakawan profesional dan meningkatkan ruang fisik di mana perpustakaan sekolah menampung?

2. Pemerintah nasional dalam demokrasi barat mengeluarkan undang-undang dalam nama keamanan nasional memungkinkan polisi untuk mendapatkan akses yang mudah ke catatan perpustakaan yang digunakan, dengan demikian melanggar nilai fundamental kepustakawanan-bahwa orang-orang dalam masyarakat bebas memiliki hak untuk membaca dan melihat apa saja yang mereka inginkan tanpa membaca atau melihat di monitor atau di ruang publik. Bagaimana pustakawan dan orang-orang memperhatikan isu privasi dan kebebasan intelektual bekerja sama untuk pengaruh politik dan opini publik untuk memiliki undang-undang berubah? Bagaimana mereka bisa bertindak secara teratur untuk berurusan dengan hukum ketika sedang di tempat? Apakah peran teman-teman pustakawan dan perpustakaan untuk mempengaruhi publik kebijakan atau seharusnya mereka hanya tetap diam dan mematuhi hukum?

Contoh singkat ini menggambarkan bahwa advokasi perpustakaan tidak selalu mudah dan bahwa hal itu tidak hanya melibatkan organisasi, tetapi juga kompromi dan banyak potensi dilema. Juga menggambarkan bahwa advokasi dapat berada di berbagai tingkatan-mulai dari mempromosikan dan mendukung program satu dalam satu perpustakaan untuk bekerja untuk mempengaruhi kebijakan sekolah dalam kota upaya untuk mempengaruhi kebijakan publik nasional.

Pentingnya tindakan terorganisir

Meskipun ada contoh skala kecil, advokasi perpustakaan yang melibatkan beberapa orang, advokasi perpustakaan yang terorganisir harus dilakukan di dalam struktur yang direncanakan dan kampanye terkoordinasi. Ada dua elemen yang harus hadir jika kampanye ingin berhasil. Yang pertama adalah orang, atau sekelompok orang yang mau mengambil peran kepemimpinan. Orang atau kelompok harus bersedia untuk bekerja keras dan efektif dalam menyusun sumber daya manusia lain yang penting untuk keberhasilan. Yang kedua adalah rencana tindakan komprehensif. Rencana itu harus memiliki beberapa tujuan yang jelas (misalnya, untuk melewati perpustakaan baru mengukur pajak; untuk meningkatkan sejumlah uang ke perpustakaan sebagai anggaran tahunan; untuk mempengaruhi opini publik untuk mengeluarkan undang-undang atau untuk mengubah undang-undang), penggambaran yang jelas peran semua orang yang terlibat dalam kampanye, waktu ditetapkan secara jelas, dan anggaran yang realistis.

Advokasi tidak dapat efektif jika itu tidak direncanakan dengan teratur, sumber daya kurang tepat , tidak ada kepemimpinan yang efektif atau tujuan terlalu banyak dan kurang jelas.

Siapakah Pendukung Advokasi Perpustakaan?

Perpustakaan dari semua jenis memiliki banyak kelompok yang mengambil minat mereka dan kemungkinan untuk perbaikan. Kampanye advokasi yang efektif melibatkan perpustakaan untuk menjangkau kelompok-kelompok dan membujuk mereka untuk bekerja sama untuk mereka dalam mencapai tujuan yang sama. Kelompok tersebut meliputi:
1. Pengguna perpustakaan. Orang-orang yang menggunakan perpustakaan secara teratur atau, dalam kasus perpustakaan sekolah, orang tua dari anak-anak yang menggunakan perpustakaan adalah yang paling mungkin sebagai promotor pendukung advokasi perpustakaan. Mereka mempunyai perasaan terhadap perpustakaan, tapi tidak bisa mengubah orang baik perasaan ke dalam aksi politik yang efektif kecuali mereka terorganisir. Namun, mereka biasanya bersedia menjadi advokat dan bersedia bekerja untuk mempengaruhi pendanaan agen untuk perpustakaan. Kesaksian dan pernyataan dukungan untuk perpustakaan sangat efektif jika mereka datang dari orang-orang yang benar-benar tahu layanan perpustakaan.
2. Pengawas dan anggota dewan perpustakaan. Banyak perpustakaan memiliki pengawas yang dipilih atau dewan yang ditunjuk dan memperoleh laporan dari mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung. Orang memiliki kepentingan dalam keberhasilan perpustakaan. Selain itu, mereka biasanya orang yang baik terhubung dengan komunitas dan / atau pemimpin kelembagaan.
3. Kelembagaan, komunitas, dan para pemimpin bisnis. Perpustakaan ada dalam komunitas mereka sendiri (sebuah kota, universitas, lembaga pemerintah, sekolah) tetapi juga dalam masyarakat yang lebih luas (misalnya, akademis perpustakaan adalah bagian dari sebuah universitas, tetapi bahwa universitas adalah sebuah elemen penting di kota yang terletak dalam suatu negara atau provinsi itu). Komunitas tersebut politisi, kelembagaan, dan para pemimpin keuangan yang mempunyai penghargaan dari apa yang memberikan kontribusi perpustakaan, komunitas mereka secara langsung atau sebagai bagian dari pendidikan infrastruktur masyarakat. Pemimpin komunitas mereka sering menampilkan tercerahkan kepentingan diri yang membawa mereka ke dalam filantropi-sumbangan langsung untuk perpustakaan dan dukungan politik untuk kampanye perpustakaan.
4. Pustakawan dan staf perpustakaan. Orang-orang yang bekerja di perpustakaan yang paling memiliki kepentingan langsung dalam kesuksesan. Mereka dapat menjadi bagian yang sangat berharga dari kampanye advokasi karena mereka menggabungkan pengetahuan tentang kebutuhan perpustakaan dengan antusiasme untuk kampanye advokasi yang akan dilakukan, dan jika berhasil akan meningkatkan layanan perpustakaan.
5. Kelompok "Friends" terorganisir. Perpustakaan di Negara Amerika umumnya memiliki kelompok yang terorganisir, sering diberi nama panggilan Friends of the perpustakaan, yang bertindak sebagai "duta" dari perpustakaan kepada masyarakat yang dilayaninya, mengatur budaya, sastra, dll, peristiwa yang berpusat pada perpustakaan, dan bertindak sebagai penghubung antara perpustakaan dan masyarakat yang dilayaninya. Kelompok semacam ini dapat memainkan membantu bagian dalam kampanye advokasi.
6. Budaya Perpustakaan, dalam setiap masyarakat, bagian dari kelompok budaya yang lebih luas. Pengelompokan seperti ini termasuk galeri seni, museum, teater dan lain-lain kinerja kelompok, klub sastra, dan pusat seni. Lembaga-lembaga ini berbagi kesamaan tujuan dengan perpustakaan. Karena itu kepentingan bersama, pejabat dan anggota mereka akan sering bergabung dengan advokasi kampanye atas nama kehidupan kebudayaan masyarakat.
7. "Pendukung diam." Semua studi tentang masalah menunjukkan bahwa ada sejumlah besar orang dalam komunitas yang memiliki kebajikan umum terhadap perpustakaan, bahkan mereka hanya sesekali menggunakan perpustakaan dan tidak pernah terlibat dalam kehidupan perpustakaan. Sebuah perpustakaan yang dirancang dengan baik, kampanye advokasi akan berusaha untuk melibatkan orang-orang "pendukung diam" dan melibatkan minat mereka dan dukungan bagi kampanye.

Menceritakan kisah perpustakaan dan berurusan dengan media

1. Jika Anda membuat kampanye advokasi, itu penting bahwa Anda memiliki pesan yang jelas yang bisa dengan sederhana diungkapkan dan mudah dipahami. Pesan itu bisa seperti, contoh: "Perpustakaan sekolah yang baik merupakan bagian penting dari pendidikan anak.”
2. "Perpustakaan umum kami melayani seluruh masyarakat."
3. "Para siswa kami layak mendapat tambahan jam layanan perpustakaan lagi."
4. "Layak membangun perpustakaan baru di kota kami."
5. "Vote untuk mengukur pajak baru dan membawa perpustakaan layanan kepada semua."

Pesan-pesan ini harus didasarkan pada pertimbangan hati-hati dan, jika mungkin, isu studi ilmiah termasuk pendapat masyarakat. Yang terakhir akan tahu apa itu hadiah bagi anggota masyarakat tentang perpustakaan dan layanannya. Studi opini publik akan mengungkapkan, misalnya, bahwa 80% dari warga perpustakaan ingin memiliki departemen anak-anak yang baik, 35% nilai akses ke komputer di perpustakaan, 52% ingin agar koleksi buku perpustakaan akan diperluas dan diperkuat, tetapi hanya 20% menginginkan lebih banyak video dan rekaman suara. Seperti survei akan membawa Anda untuk berkonsentrasi pada layanan perpustakaan anak-anak dan koleksi buku di pesan. Ini adalah cara politik modern karya-Anda dibandingkan dengan apa yang para pemilih mengatakan mereka nilai paling baik dalam rangka mendapatkan dukungan mereka. Pustakawan dan pendukung perpustakaan perlu studi, apa yang efektif dalam politik dan pemasaran dan, jika Anda seperti, "menjual" jasa mereka yang paling berharga sebagai dasar untuk dukungan keuangan lebih.

Setiap perpustakaan memiliki kisah-kisah kehidupan berubah dan ditingkatkan karena akses ke rekaman pengetahuan dan informasi dan kampanye canggih akan mengatakan bahwa cerita dalam hidup, istilah menarik. Kampanye harus membuat brosur yang berisi testimonial dari pengguna perpustakaan, pendukung "diam", dan lain-lain dengan pengalaman pribadi tentang perpustakaan dan layanannya.

Begitu cerita yang dibuat dan pesan yang jelas, sebuah kampanye advokasi harus berurusan dengan fakta yang tak terhindarkan kehidupan media-modern, terutama media cetak, radio, dan televisi. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap perpustakaan adalah sasaran utama. Percakapan dengan koran lokal dan TV lokal dan stasiun radio tentang perpustakaan dapat menghasilkan cerita dan informasi kepada masyarakat tentang perpustakaan dan kekuatan. Seperti peningkatan kesadaran akan menjadi fondasi berikutnya langkah-menginformasikan kepada masyarakat tentang masalah ini (peningkatan pendanaan untuk koleksi; uang untuk sebuah bangunan baru; melek program di perpustakaan, dll) yang berada di jantung kampanye advokasi. Sekali Anda telah membangun kesadaran, itu adalah penting bahwa Anda mengembangkan hubungan yang berkelanjutan dengan jurnalis dan media lain tokoh-baik untuk memastikan bahwa ada cerita umum tentang perpustakaan yang diletakkan sebelum publik dan bahwa Anda telah simpatik pers dan lain liputan media dari kampanye advokasi yang spesifik. Lagi, kembar bertujuan untuk menciptakan citra perpustakaan yang baik dan untuk memajukan tujuan kampanye Anda. Waktu perpustakaan secara universal dianggap sebagai yang perlu bagian dari masyarakat beradab lama berlalu dan sangat penting bahwa mereka yang ingin mendapatkan dukungan publik untuk perpustakaan terlibat dunia modern serta media nyata dunia politik.

Menjadi politisi

Sukses advokasi perpustakaan sebagian besar terdiri dari aksi politik dan kegiatan-kegiatan yang mendukung tindakan itu. Ini berarti bahwa pendukung perpustakaan harus terlibat dengan legislator dan pejabat publik di semua tingkat pemerintahan. Jelas, tingkat pemerintah apa yang akan sesuai dengan status sekolah dan kondisi politik dari suatu negara atau wilayah. Di Amerika Serikat, perpustakaan sekolah akan menjadi bagian dari sebuah distrik sekolah yang dikelola oleh dewan sekolah yang dipilih. Dalam hal ini perpustakaan akan langsung menjadi tanggung jawab dewan sekolah, tapi kampanye untuk perpustakaan sekolah juga harus mencapai walikota dan penasihat dari kota atau daerah di mana sekolah berada. Memberikan contoh lain, sebuah perpustakaan umum di sebuah kota mungkin menjadi cabang dari sebuah sistem perpustakaan daerah. Sistem yang diatur oleh daerah terpilih dewan komisaris, yang sistem pengawasan perpustakaan langsung ke daerah, tetapi cabang dalam kota yang dipilih memiliki pejabat dan kampanye harus mencari keterlibatan dan dukungan mereka juga.

The American Library Association Advokat Perpustakaan Handbook, dari yang diturunkan banyak ide untuk tulisan ini, memiliki sejumlah rekomendasi pada pihak-pihak yang berurusan dengan legislator dan pejabat publik sebagai bagian dari advokasi perpustakaan. Hal tersebut dapat diringkas sebagai berikut:

1. Mengembangkan hubungan terus-menerus dengan legislator dan pejabat publik di semua tingkat. Kebijakan nasional dan anggaran nasional dapat memiliki pengaruh regional, provinsi, dan kebijakan negara dan anggaran, dan semua kebijakan ini dan anggaran dapat bersinggungan dengan kebijakan lokal dan anggaran.
2. Mulailah dengan legislator dengan catatan pendukung perpustakaan. Kampanye advokasi perpustakaan yang baik akan disiapkan untuk melakukan penelitian rinci ke posisi kebijakan publik dan pernyataan politisi yang relevan. Penting untuk membangun basis dukungan di antara mereka yang sudah pada catatan sebagai pendukung perpustakaan dan di pendidikan umum.
3. Bersiaplah untuk menyediakan informasi yang relevan , tulisan posisi, dll legislator tidak semua ahli pada setiap isu dan perlu diberitahu tentang isu-isu yang menonjol yang terlibat dalam kampanye perpustakaan. Seperti tulisan dan informasi harus singkat, mudah dipahami.
4. Deal dengan satu masalah. Pendukung Perpustakaan, dalam berbicara kepada legislator, harus berkonsentrasi pada satu pesan dari kampanye dan mengkomunikasikan pesan tersebut secara langsung, jelas, dan seringkas mungkin. Politikus orang-orang yang sangat sibuk dan tidak dapat diharapkan mampu bereaksi secara positif untuk lebih dari satu masalah di satu waktu.
5. Ambil keuntungan dari jaringan informal. Politisi, seperti sebagian besar dari kita, lebih suka berurusan dengan orang yang mereka kenal. Akan ada, di kelompok yang berkumpul untuk bekerja pada kampanye advokasi perpustakaan, individu-individu yang telah bersahabat dengan politik, atau berbagi keanggotaan dalam organisasi lain, atau salah satu dari berbagai sambungan langsung atau tidak langsung kepada pejabat publik. Seperti pra-hubungan yang ada dapat menjadi sangat bermanfaat dalam memilih individu-individu yang akan membawa pesan dari kampanye untuk pejabat yang relevan.
6. Berkomunikasi dengan segala cara yang tersedia. Meskipun pribadi kunjungan ke pejabat mungkin cara komunikasi yang paling efisien. Dunia modern menawarkan pada kita banyak media komunikasi lain: surat, e-mail, faks pesan, telepon, telegram, dan komunikasi melalui situs web. Seperti biasa, semua komunikasi harus sesingkat mungkin.

Bahan advokasi

Sebuah kampanye advokasi perpustakaan yang efektif akan melibatkan berbagai bahan. Ini termasuk poster, buku bekas, pesan di situs web, tombol, dan spanduk-semua perlengkapan terlibat dalam kampanye politik modern. Terlepas dari kenyataan bahwa material ini didedikasikan untuk penyebab-promosi dan dukungan layanan perpustakaan-dan bukan pemilihan individu, kampanye advokasi perpustakaan memiliki banyak kesamaan dengan politik, dan banyak belajar dari, kampanye politik. Mereka tidak pernah memiliki sumber daya moneter atau akses ke media bahwa menikmati kampanye politik, tetapi mereka memiliki keuntungan besar menjadi afirmatif daripada negatif dan, karena itu, sering menikmati dukungan dari lebih banyak orang.

Ringkasan

Advokasi Perpustakaan terdiri atau tindakan terorganisir untuk mendapatkan dukungan bagi perpustakaan, untuk mempromosikan perpustakaan, dan menampilkan masalah perpustakaan. Itu, di jantung, politik, dalam hal itu berkaitan dengan alokasi sumber daya, khususnya daya moneter. Untuk menjadi sukses, advokasi perpustakaan harus dilaksanakan dalam cara yang terorganisasi yang direncanakan dan harus dikoordinasikan oleh para pemimpin dan kelompok kepemimpinan. Juga harus melibatkan berbagai anggota masyarakat. Dan pesan perpustakaan disampaikan dengan cara modern dan canggih kepada media dan pejabat publik. Advokasi Perpustakaan dapat belajar banyak dari teknik-teknik pemasaran modern, pendapat pemungutan suara dan kampanye politik.

Disadur dari :
LIBRARY ADVOCACY
A presentation at the 52nd National Conference of the Associazione italiana biblioteche ”Le politiche delle biblioteche in Italia. I servizi” Roma, San Michele di Ripa Grande 23rd November 2005 Michael Gorman Dean of Library Services California State University & President, American Library Association By Michael Gorman Tersedia di website ALA http://www.ala.org/ala/advocacybucket/libraryadvocateshandbook.pdf