Senin, 13 Desember 2010

bedah novel

BEDAH NOVEL
Judul                : Addicted to Weblog, Kisah Perempuan dalam Dua Dunia
Penulis             : Labibah Zain
Penerbit          : Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005

Bagian satu : Kisah Perempuan dalam Dua Dunia
1.        Komunitas virtual : ibu-ibu rumah tangga, sebagaimana tertulis pada halaman 11 “weblog bagus untuk promosi dagangan lho, kalau kita punya barang dagangan, kan lumayan bisa berdagang dari rumah saja. Disamping pengetahuan masak memasak dan mengasuh anak akan bertambah dengan membaca weblog orang lain... bermanfaat bagi ibu-ibu rumah tangga seperti kita. Sejak itu istriku punya kesibukan baru mengajari ibu-ibu tetangga rumah untuk membuat weblog”.
2.       Identitas : ibu rumah tangga yang dahulu sebagai wanita karir, berhenti bekerja karena beralih fungsi sebagai ibu rumah tangga. Akhirnya sang istri tersebut meninggal dunia karena penyakit kanker payudara, dengan meninggalkan kenang-kenangan berupa puisi yang berbunyi “ketika anak-anak sudah dewasa dan saya sudah berada di sebuah negeri yang abadi, weblog-weblog ini akan menjadi sejarah sebuah cinta seorang ibu terhadap anak-anaknya dan juga suami” [halaman 32].
3.       Realitas Cyber: kisah ini merupakan gambar realitas kehidupan para wanita, dimana sebagai seorang wanita karir harus merelakan berhenti bekerja demi kehidupan rumah tangganya yang harmonis. Namun dalam perjalannya terkadang setelah mendapat kegiatan baru, sang istri lupa akan fungsinya sebagai ibu rumah tangga.
4.       Ruang Cyber: kehidupan di sebuah rumah tangga dan dipadukan karir suami di sebuah kantor, dimana kantor sang suami ini menjadi bahan kritikan sang istri secara transparan dengan menyebutkan nama perusahaan yang bernama PT Awang-Awang dimana si suami bekerja. Kritik tersebut berbunyi “Teman saya sangat panik ketika mendapati sebuah dokumen pentingnya lenyap di kantor PT Awang-Awang. Dia sudah membayar sejumlah uang tertentu sebagai pelicin, tetapi ternyata hal itu belum cukup. Di instnasi ini ternyata uang saja tidak cukup, tetapi ternyata butuh ‘dampingan’ untuk membujuk para petugasnya untuk mengetik, mengantar surat ke meja-meja berikutnya ... [halaman 26].
Itulah realita kehidupan bagi Bangsa Indonesia yang melanda di negeri ini, entah sampai kapan akan berakhir???

Bagian Dua : Perempuan dan Lelaki Maya
1.      Komunitas : Cita segita antara Sinta, Husni, dan Arjuni
2.     Identitas : Samaran, Sinta menyembunyikan identitas yang sebenarnya dengan adanya tulisan dari seseorang dalam weblognya dengan kalimat “Kau sedang mengalami krisis cinta” [halaman 61] “Ha ha, cinta pura-pura tertawa sambil memasang icon tertawa berguling-guling untuk menutupi kekagetannya”. “Kau sedang pura-pura menjadi seorang gadis belia di dunia maya. Kau sedang berupya menjerat laki-laki keparat dengan menciptakan image bahwa kau seorang gadis seksi” [halaman 61]. Ternyata lelaki yang diajak dialog Sinta via weblog tersebut adalah suaminya sendiri yang bernama Husni yang kaya raya, tetapi mempunyai kelainan seks.
3.     Realitas : Didalam kehidupan nyata, banyak ditemukan laki-laki yang mempunyai kelainan seks. Salah satu kelainan itu adalah sang suami akan mendapatkan kepuasan (orgasme) ketika melihat isterinya mengalami histeris dan ketakutan dengan cara menyakiti tubuh isterinya. Dunia maya memang hanya dunia semu, tetapi dapat meluluhlantakkan karir seseorang dan rumah tangga seseorang, seperti yang dialami Riena [halaman 63], dimana Riena dikabarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dapat dibooking, hal ini berimbas pada pemecatan Riena dari kantornya.
4.    Ruang: Kehidupan rumah tangga Sinta yang sengsara akibat kesalahan orang tua Sinta dengan memaksa Sinta untuk menikah dengan Husni, lelaki yang kaya raya, namun gila/sakit jiwa. Dan Sinta harus rela meninggalkan lelaki yang dicintanya yaitu Arjuna.

Bagian Tiga : Perempuan dalam Kegelapan
1.      Komunitas : Mahasiswa yang sedang belajar di luar negeri.
2.     Identitas: bukan nama samaran, Petty, Singgih (suami Petty), Manas (selingkuhan Petty). Petty seorang wanita yang kesepian karena kesibukan suami yang asyik dengan buku-bukunya, yang akhirnya membuat Petty selingkuh dengan lelaki bernama Manas (pria keturunan India).
3.     Realitas: Rumah tangga Petty dengan Singgih berantakan yang berakhir dengan perceraian. Hak asuh anak pada awalnya berada di tangan Petty dan Petty hidup serumah dengan Manas tanpa ikatan perkawinan. Pada suatu malam Petty terpuruk mendapati Manas sedang menindih tubuh Dina (putri Petty). Petty mengusir Manas dari apertemennya, dan hak asuh diambil alih oleh Singgih (ayah kandung Dina). Didalam kehidupan nyata, sering dijumpai ayah tiri akan melakukan pelecehan seksual terhadap anak perempuan tirinya.
4.    Ruang: Kejadian tersebut terjadi di Kota Metro Vendome (Montreal, Canada). Awalnya Petty sebagai wanita yang agamis, namun karena godaan yang melanda dirinya, membawa Petty menjalin hubungan gelap dengan banyak laki-laki tanpa pernikahan dan akhirnya ia hamil yang tidak diketahui ayah si anak. Mungkin ayah bayi itu Hisyam lelaki asal Lebanon, atau Richard lelaki asli Montreal. Kehamilah ini adalah puncak pembangkangan Petty terhadap adat dan budaya timur, bahkan agama yang dipelkuknya [halaman 87].

Bagian Empat : Perempuan itu bernama Sinta
1.      Komunitas : Sepasang kekasih yang dimabuk cinta, antara Sinta dan Arjuna. Terinspirasi dari kisah pewayangan Ramayana dan Bharatayudha.
2.     Identitas: Samaran. Sebagi primadona di dunia maya itu, perempuan buruk rupa dengan pipi tembong sebelah, dengan masa lalu kelabu, hidup dengan krisis kepercayaan diri yang amat sangat, adalah kurban kerusuhan peristiwa Mei di negeri pertiwi. Hawa nafsu dan amarah segerombolan pemuda yang membuatku melahirkan seorang anak lelaki yang dulu tidak pernah kuharapkan kemunculannya, tetapi kini menjadi bagian dari nyawaku [halaman 102, 103].
3.     Realitas Cyber: Banyak wanita/laki-laki yang mendapatkan jodohnya melalui dunia maya, namun juga banyak yang gagal menjalin hubungan cinta melalui dunia maya, yang berakibat bunuh diri karena putus cinta [halaman 104]. Kejadian dalam kisah ini benar adanya, yakni peristiwa kerusuhan peristiwa Mei 1998 (detik-detik menjelang lengsernya Soeharto dari Kepresidenan RI), adanya penjarahan, perampokan, penganiayaan, dan pemerkosaan wanita di kota-kota besar.
4.    Ruang Cyber: Sejarah pewayangan Rama dan Sinta, Ramayana dan Bharatayudha.

Bagian Lima: Perempuan dalam Dua Etalase
1.      Komunitas: wanita lesbian [halaman 114], lewat cybersex [halaman 108].
2.     Idenitas: Samaran, wanita yang menyamar menjadi pria
3.     Realitas: terkadang didalam dunia nyata sering dijumpai orang-orang yang menjalin hubungan cinta dengan sesama jenis (wanita dengan wanita atau pria dengan pria). Kehidupan ini tidak sesuai dengan adat dan budaya timur, namun di negera barat hal ini sudah hal yang biasa bahkan konon telah ada undang-undang yang melegalkan hubungan antar jenis.
4.    Ruang Cyber: Kisah wanita lesbi melalui dunia maya.

Bagian Enam : Perempuan 17 tahun
1.      Komunitas: Keluarga “brocken home” seorang anak yang menjalin cinta sedarah. Kisah pernikahan orang tua antar bangsa (Cina, Arab, dan Suku Jawa).
2.      Identitas: tidak disamarkan, Amelia (anak), Catherine Sudibyo (ibu), Jahal Attajir (ayah), Raden Ayu Herhandayani (nenek), Ardiansyah (kakak satu ayah sekaligus pacar Amelia).
3.     Realitas Cyber: Terjadinya perceraian orang tua berakibat buruk bagi perkembangan anak. Dalam realita kehidupan di dunia nyata hal itu banyak kita jumpai, sang anak dibesarkan oleh nenek, juga ada kejadian dalam dunia nyata terjadinya hubungan cinta sedarah (seayah atau satu ibu).
4.    Ruang Cyber: Percintaan remaja, yang berakhir dengan kehamilan di luar nikah [halaman 132].

Bagian tujuh : Perempuan di sudut Taman
1.        Komunitas : kehidupan di sebuah perkampungan yang saling berinteraksi, kehiudpan sesama pecinta tanaman sebagai obyek wisata.
2.       Identitas : identitas samaran (Aku, dan Dia Perempuan Muda Berparas Jelita, Mengenakan Kain Kebaya Sutra).
3.       Realitas Cyber: alkisah dijelaskan adanya seorang wanita jelita yang punya ketrampilam bertaman, sama dengan yang dimiliki oleh tokoh muda setempat. Namun wanita jelita tersebut memiliki sifat yang kurang terpuji yakni suka disanjung, dan ide-idenya harus dipakai, walaupun ide itu berseberangan dengan masyarakat di sekelilingnya. Kisah ini tidak jauh berbeda dengan realita kehidupan masyarakat kita, dimana terkadang di tengah-tengah masyarakat ada orang yang suka pamer, suka disanjung dan dipuji, dan sering memaksakan kehendaknya.
4.       Ruang Cyber : kisah ini terjadi di sebuah perkampungan, dimana kampung tersebut menjadi sebuah tempat obyek wisata karena keindahan almnya ditambah dengan kreativitas masyarakat setempat dalam menata lingkungannya, sehingga menambah keasrian daerah tersebut.

Bagian delapan : Perempuan Pengusung Tradisi
1.        Komunitas : Warga Keturunan Arab di Indonesia keturunan langsung Sayyidi Ali bin Abi Tholib, suami Sayidatina Fatimah, putri Nabi Muhammad saw. [halaman 153].
2.       Identitas : nama asli [Habibah] mahasiswi jurusan Bahasa Inggris di Fakultas Keguruan di Yogyakarta bertunangan dengan Thoriq bin Yahya masih saudara misan mahasiswa ITB jurusan Teknik Kimia [halaman 155]. Tetapi akhirnya Habibah menikah dengan Ucin (Husein Alatas) dan memiliki dua putri bernama Hani dan Liya. Habibah sering berkunjung di Al Mushtofa tempat berkumpulnya jamaah keturunan habaib Yogyakarta, di tempat ini sering dijadikan sebagai ajang mencari jodoh. Karena Syarifah (sebutan bagi seorang perempuan yang mempunyai garis ketutunan langsung pada Fatima, Putri Nabi Muhammad SAW) wajib menikah dengan habaib. Dan habib sunah hukumnya menikah dengan syarifah. Begitulah hukum yang tak tertulis. [halaman 154].
3.       Realitas Cyber: Habibah ditunangkan dengan Thoriq bin Yahya saudara misan walaupun Habibah tidak cinta kepadanya, dan Habibah tetap setia menantinya. Tetapi di luar dugaan si Thoriq setelah lulus kuliah menikah dengan wanita lain bernama Khodijah Jamalulail. Perempuan Cantik dari Palembang anak direktur sebuah rumah sakit ternama. Biaya kuliah Thoriq bin Yahya ditanggung oleh ayah Khotijah Jamalulail, karena semenjak kakak perempuannya meninggal dunia yang selama ini menanggung kuliahnya mengalami krisis keuangan. Meskipun Habibah tidak mencintai Thoriq bin Yahya, tetapi Habibah sempat terluka hatinya karena merasa dikhianati dan malu, mengingat seluruh jamaah di kota Solo sudah tahu tentang pertunangan Habibah dengan Thoriq. Terpukul pula abah dan umah Habibah yakni kedua orang tuanya. Thoriq sudah menikah tetapi umahnya tetap memaksa Habibah untuk memakai cincin pertunangannya dengan Thoriq untuk menghindari godaan ahwal (sebutan orang-orang yang bukan keturunan Arab). Untuk menghilangkan kesedihannya Habibah aktif dalam sebuah panggung kesenian dan bergabung pada Teater Manis Renggo, sebuah kelompok teater yang paling top di Yogyakarta. Di kelompok teater ini Habibah menjalin asmara dengan Aldi, anak Universitas Gadjah Mada. Aldi adalah dari kelompok ahwal, sehingga percintaannya denga Aldi ditentang oleh kedua orang tuanya, termasuk Ucin, yang selama ini menjadi sahabat setianya. Akhirnya Habibah dinikahkan oleh abahnya dengan Ucin (Husein Alattas) di Gedung Al Irsyad Solo. Akhirnya Habibah dengan Ucin dikaruniai dua orang putri Hani, 24 tahun dan Liya 22 tahun. Hani menikah dengan Ahmad Baraqbah, seorang pedagang keturuan Arab tinggal di Palembang. Anak-anak Habibah tumbuh menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Pintar dan dua-duanya menjadi guru. Semua orang memuji Habibah, karena telah sukses mendidik anak-anaknya. Namun akhirnya Ucin memiliki isteri lagi di sebuah kota kecamatan Moga, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Habibah pura-pura tidak tahu dan tak peduli tentang hal itu. Kejadian di pagi yang berkabut membuat Habibah tidak bisa berpura-pura untuk menutup telinga seperti biasa, ketika putri bungsunya Liya menelpon dirinya sambil terisak dia bicara bahwa dia baru saja melaksanakan nikah siri dengan seorang pemuda pilihannya bernama Bagdja, yang bukan seorang habaib. Habibah terdiam sejenak, diam-diam ia seperti melihat potret dirinya sendiri dalam sosok Liya. Akhirnya Habibah merestui hubungan putri bungsunya dengan Bagdja yang ahwal itu, dengan berkata pada putrinya:”Pulanglah, Liya, ajak Bagdja dan orang tuanya kemari untuk meminangmu, katanya mantap sambil menyiapkan kata-kata terbaik untuk membela putri bungsunya di hadapan Ucin, Hani, dan keluarga besar masyarakat keturunan Arab di kotanya. [halaman 187].
Pemberlakuan pernikahan sekufu di tengah-tengah masyarakat, saat ini masih sering kita jumpai. Misal pernikahan di Bali, Batak, dan Jawa masih sering terjadi.
4.       Ruang Cyber: kisah ini terjadi di kota Solo dan Yogyakarta, dimana dua kota ini merupakan dua kerajaan yang dulunya merupakan satu kerajaan yakni Kerajaan Mataram, namun dengan adanya Perjanjian Gianti, Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua, yaitu Kerajaan Kasultanan Yogyakarta dan Kerajaan Kasuanan Surakarta.

Senin, 06 Desember 2010

etika profesi pustakawan

ETIKA PROFESI PUSTAKAWAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
oleh: sungadi

ABSTRAK
Profesi Pustakawan sebagai jabatan fungsional mulai diakui keberadaannya oleh pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1988, melalui SK MENPAN Nomor 18 Tahun 1988 tentang jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya. Keputusan tersebut disempurnakan dengan Keputusan MENPAN Nomor 33/1998 dan terakhir dengan Keputusan MENPAN Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002. Kepala Perpustakaan Nasional RI mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 10 Tahun 2004 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya, yang mengatur tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak pustakawan.
Profesi pustakawan belum banyak dikenal oleh masyarakat umum, bahkan mungkin pustakawan sebagai pemilik profesinya pun juga belum memahami dengan sungguh-sungguh hakikat profesi. Meskipun organisasi profesi telah dilengkapi dengan AD/ART dan Kode Etik, tanpa pemahamannya baik secara harfiah (tersurat) maupun maknawiyah (tersirat) sulit diharapkan para anggota melaksanakan tugas profesi secara maksimal.
Pustakawan diharapkan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Memahami profesi dengan baik diharapkan dapat memupuk rasa cinta terhadap profesinya.

Kata kunci: Etika, Profesi, Pustakawan, Islam

Pendahuluan

Dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007, Pasal 1, menyebutkan bahwa Pustakawan adalah seorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh  melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan  dan pelayanan perpustakaan. Kompetensi menjadi kata kunci pertama dalam definisi tersebut karena siapa pun dia, asal memiliki kompetensi dan bekerja di perpustakaan tanpa memandang perpustakaan negeri atau swasta dapat masuk menjadi pustakawan. Bagi pustakawan negeri pun seharusnya juga menyambut gembira akan hal ini. Menurut Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 1, Ayat 10 dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh seseorang dalam melaksanakan keprofesionalan. Kata kunci kedua  adalah bekerja di perpustakaan baik perpustkaan negeri atau swasta. Seseorang sekali pun memiliki komptensi dengan dilengkapi keterampilan dan keahlian jika tidak bertugas di perpustakaan tidak dapat disebut sebagai pustakawan. Seseorang memiliki kompetensi, mempunyai keterampilan dan keahlian, bekerja di perpustakaan  itu saja tidak cukup untuk disebut sebagai seorang pustakawan, akan tetapi seseorang harus mampu mengumpulkan Angka Kredit dengan jumlah tertentu sesuai dengan jenjang pangkat/jabatannya dan dalam jangka waktu tertentu (maksimal 5 tahun).

Ketetapan ‘boleh’ dan ‘tidak’ dalam kehidupan manusia telah dikenal sejak manusia pertama, Adam dan Hawa diciptakan. Seperti dikisahkan dalam Kitab Suci Al Qur’an, kedua sejoli ini diperkenankan oleh Allah SWT memakan apa saja yang mereka inginkan di surga, namun jangan sekali-kali mendekati sebuah pohon yang apabila dilakukan mereka akan tergolong orang-orang yang zalim (al-Baqarah [2]: 35)
Artinya: 
Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini[37], yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. [37]  pohon yang dilarang Allah mendekatinya tidak dapat dipastikan, sebab Al Quran dan Hadist tidak menerangkannya. ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tersebut dalam surat Thaha ayat 120, tapi itu adalah nama yang diberikan syaitan.

Prinsip ‘boleh’ dan ‘tidak’ tersebut berlanjut dan dilanjutkan oleh para nabi-nabi yang diutus oleh Allah SWT kemudian termasuk Nabi Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad. Mereka diutus untuk merealisir ketentuan sang Pencipta dalam seperangkat regulasi agar dapat mengarahkan manusia hidup bahagia di dunia dan akhirat. Tata nilai itu diletakkan sebagai regulator kehidupan guna mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh tingkah laku manusia yang cenderung egoistis dan liar. Tata nilai itulah yang disebut dengan etika.
Masalah moral atau etika menjadi bagian tak terpisahkan dalam dunia kepustakawanan. Bukan hanya sebagai alat untuk menilai pantas atau tidak pantas, benar atau salah, buruk atau baik; etika profesi pustakawan juga menjadi perekat dalam setiap transaksi kepustakwanan, menjadi aturan yang menjamin keterlaksanaan transaski sehingga saling menguntungkan pihak-pihak yang terlibat.
Islam mengajarkan kepada para pemeluknya agar bersikap lemah lembut terhadap siapa saja dan berakhlaqul karimah. Dalam hal sopan santun (etika) ini, Agama Islam banyak memberikan pedoman (landasan) bagi umat manusia antara lain dalam Al Qur’an dan  Sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini :
 Artinya:
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)[327]. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu. (QS 4 [An Nisaa’] : 86).[327]  penghormatan dalam Islam ialah: dengan mengucapkan Assalamu'alaikum 
Artinya : “Dari Anas ra. Ia berkata: Aku belum pernah menyentuh sutra yang tebal maupun yang tipid yang lebih halus daripada tangan Rasulullah SAW dan belum pernah aku mencium bau harum yang melebihi harumnya bau Rasulullah. Sungguh aku telah berkhidmat melayani Rasulullah selama sepuluh tahun; namun demikian beliau tidak pernah berkata kasar kepadaku, juga tidak pernah menegur kepadaku atas apa yang telah aku lakukan, mengapa engkau berbuat begini atau begitu; dan beliau pun tidak pernah memperingatkan aku atas suatu hal yang tidak aku lakukan, mengapa tidak engkau lakukan itu?” (HR Buchary) 
“Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash ra. Berkata: Rasulullah SAW buka type orang yang keji perkataan dan keji perbuatannya. Dan beliau pernah bersabda: “Sesungguhnya orang pilihan di antara kamu ialah orang yang paling baik ahklaknya”. (HR Buchary).

“Dari ‘Aisyah ra. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Dzat yang Maha Lembut. Dia menyukai sifat kelembutan dalam urusan apa saja.”  (HR Buchary).

“Dari Anas ra. Dari Nabi SAW beliau bersabda: “Permudahkanlah dan janganlah mempersukar; gembirakanlah dan jangan menggusarkan”. (HR Buchary).

Atas dasar uraian tersebut di atas, maka dalam makalah ini akan dibahas bagaimanakah etika pustakawan dalama perspektif Islam?
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan pedoman bagi para pustakawan agar dapat bertindak secara baik dan terarah sesuai dengan syari’at Islam dalam menjalankan tugasnya sebagai pustakawan yang professional.
Pembahasan
Allah SWT berfirman, yang artinya:
Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. 17 [Al-Isra’]: 70)
[862]  Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.

Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuk yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia diberikan oleh Allah SWT kelengkapan berupa akal, nafsu, dan hati dimana masing-masing kelengkapan tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Akal berfungsi untuk menciptakan aktivitas, nafsu berfungsi untuk membangkitkan motivasi untuk melakukan kegiatan, dan hati berfungsi mempertimbangkan dan memutuskan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu kegiatan.  
Di dalam al-Qur’an dikemukanan bermacam-macam nafsu yang disebut:
1.      An-Nafsu Ammarah bissu’ yang seringkali mendorong seseorang untuk melakukan dosa dan kejahatan.
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS 12 [Yusuf] : 53)
2.      An-Nafsullawwamah, yaitu hawa nafsu yang sering menyesali diri.
Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)[1530]. (QS. 75 [al-Qiyamah] : 2)[1530]  Maksudnya: bila ia berbuat kebaikan ia juga menyesal kenapa ia tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat kejahatan.
3.      An-Nafsu-Sawwamah, yaitu hawa nafsu yang seringkali menggambarkan dan menghiaskan sesuatu maksiat atau kejahatan menjadi indah dalam pandangan atau khayalannya.
Ya'qub berkata: "hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS. 12 [Yusuf] : 83)

4. An-Nafsul-mulhamah, yaitu hawa nafsu yang sering mendorong tingkah laku kedurhakaan dan ketaqwaan.
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS. 91 [Asy Syams] : 8)

Disamping itu di dalam al-Qur’an dikemukakan juga tiga jenis nafsu lainnya yang disebut:
5.      An-Nafsul-Muthmainnah
6.      An-Nafsul-Radliah dan
7.      An-Nafsul-Mardliyah
 
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,Masuklah ke dalam syurga-Ku. (QS. 89 [Al-Fajr] : 27-30)

Ketiga jenis nafsu yang disebut terakhir (5,6,7) diharapkan dipelihara, dan diusahakan agar terhindar dari empat macam nafsu yang disebutkan terdahulu (1,2,3,4).
Manusia kecuali dikaruniai Allah SWT dengan akal, nafsu, dan hati juga diberikan pendengaran, penglihatan, dan semua panca indra lainnya, sebagai nikmat dan anugerah dari-Nya. Dan semua karunia Allah SWT terhadap manusia tersebut pada hari perhitungan nanti akan diminta pertanggungjawabannya. Sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. 17 [al-Isra’] : 36)

Hati bagi tubuh laksana raja yang berkuasa atas tentaranya, yang semua perintahnya berasal darinya, dan ia pun dapat memakai sekehendaknya, maka semuanya berada di bawah penghambaan dan kekuasaannya. Oleh sebab itu, baik buruk, lurus atau sesat, semangat atau kendur, semuanya bergantung pada hati. Rasulullah SAW bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Bila ia baik maka baiklah seluruh badannya, dan bila buruk, maka buruklah semuanya. Ia adalah hati”(H.R. Buchary dan Muslim). Hati adalah raja yang memerintah, sedangkan badan adalah pasukan yang melaksanakan perintahnya. Semua perbuatan badan tidak akan terlaksana jika bukan berasal dari tekad dan niat hati.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengelompokkan hati menjadi tiga kategori, yaitu kategori hati yang sehat, hati yang mati, dan hati yang sakit. Hati yang sehat (hati yang bersih atau hati yang selamat) adalah hati yang tidak menyekutukan Allah SWT dengan cara apa pun. Hati yang menyucikan mengikhlaskan perbuatannya untuk Allah SWT. Hati yang selalu terikat pada ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal Tuhannya, tidak menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. Hawa nafsunya lebih dicintai daripada Tuhannya. Hawa nafsu sebagai imamnya, syahwat sebagai pemimpinnya, kebodohan sebagai sopirnya, dan lalai sebagai kendaraannya.
Hati yang sakit adalah hati yang di dalamnya terkandung mahabbatullah (mencintai Allah), mempercayaiNya, ikhlas mengabdi untuk-Nya, serta sikap tawakal kepada-Nya. Selain itu, juga terdapat rasa cinta terhadap hawa nafsunya, lebih mengutamakannya dan berhasrat memenuhi segala keinginannya, sikap iri, dengki, sombong, ujub, mabuk pangkat dan jabatan.
Dari ketiga kategori hati tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Hati yang sehat. Adalah hati yang tidak terhalang untuk menerima kebenaran dan mencintainya serta lebih mengutamakannya. Inilah hati yang tanggap menerima kebenaran dan sepenuhnya tunduk dan patuh kepadaNya.
2.      Hati yang mati dan beku. Adalah hati yang sama sekali tidak menerima al-Haq, apalagi mematuhinya.
3.      Hati yang sakit. Adalah hati yang bila penyakitnya dominan, akan bergabung dengan hati yang mati dan beku. Bila kesehatannya lebih unggul, akan bergabung dengan hati yang sehat.

Etika Pustakawan dalam Perspektif Islam
Berikut ini akan dibahas kriteria etika pustakawan ditinjau dari sudut pandang ajaran Islam, antara lain:
1.  Kemampuan berkomunikasi
a. Komunikasi (berkata) dengan baik Qawlan Ma’rufan
Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf[150]. (QS. 2 [Al Baqarah] : 235)
 [150]  perkataan sindiran yang baik.
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (QS. 4 [An Nisaa’] : 5)
[268]  orang yang belum Sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya.
 
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat[270], anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu [271] (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. (QS. 4 [An Nisaa’]:8)
[270]  kerabat di sini maksudnya : kerabat yang tidak mempunyai hak warisan dari harta benda pusaka.
[271]  pemberian sekedarnya itu tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan.

Ternyata konteks qawlan ma’rufan dalam ayat Al-Qur’an lebih banyak ditujukan kepada wanita atau orang-orang yang kurang beruntung kehidupannya seperti anak yatim dan orang miskin. Agaknya tuntunan ini lebih dimaksudkan agar seseorang dapat bekomunikasi dengan pantas, karena perasaan mereka sangat sensitive dan sentimental. Ma’ruf secara harfiyah berarti sesuatu yang baik menurut syar’i dan akal. Jadi tolok ukurnya adalah baik menurut ajaran agama dan ratio. Ma’ruf juga berarti baik menurut adat istiadat, karena biasanya adat atau kebiasaan mengandung kebaikan. Karena ada kandungan kebaikan itulah ia dikerjakan berulang-ulang sehingga menjadi adat kebiasaan.
Perkataan yang baik dan pemberian maaf[167] lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. QS.2[ Al Baqarah] :263)
 [167]  Perkataan yang baik maksudnya menolak dengan cara yang baik, dan maksud pemberian ma'af ialah mema'afkan tingkah laku yang kurang sopan dari si penerima.

Pada QS Al Baqarah ayat 263 tersebut mengandung makna bahwa ajaran Islam mementingkan perasaan orang lain supaya jangan tersinggung oleh ungkapan yang tidak ma’ruf.

b.  Qawlan Kariman (Perkataan Mulia)
Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia[850]. (QS. 17 [Al Isra’] : 23)
[850]  mengucapkan kata ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.

Dalam ayat ini memberikan pelajaran bagi para pustawakan untuk berkata dengan penuh kearifan dengan kata-kata yang tidak menyinggung perasaan bagi lawan bicaranya.

c.  Qawlan Maysuran (Komunikasi yang Mudah Dimengerti)
Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas[851]. (QS. 17 [Al Isra’] : 28).
[851]  Maksudnya: apabila kamu tidak dapat melaksanakan perintah Allah seperti yang tersebut dalam ayat 26, Maka Katakanlah kepada mereka perkataan yang baik agar mereka tidak kecewa lantaran mereka belum mendapat bantuan dari kamu. dalam pada itu kamu berusaha untuk mendapat rezki (rahmat) dari Tuhanmu, sehingga kamu dapat memberikan kepada mereka hak-hak mereka.
Al Maraghiy Juz 25, h. 31 dalam tafsirnya memberikan pengertian dengan mudah lagi lemah lembut.

Qawlan Maysuran menurut Jalaluddin, sebenarnya lebih tepat diartikan “ucapan yang menyenangkan”, lawannya adalah ucapan yang menyulitkan. “Maysur” berasal dari kata “yusr” yang berarti gampang, mudah, ringan. Bila qawlan ma’rufan berisi petunjuk, qawlan maysuran berisi hal-hal yang menggembirakan.

d.  Qawlan Balighan (Komunikasi yang Efektif)
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (QS. 4 [An Nisaa’] : 63).
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya[779], supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan[780] siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 14 [Ibrahim] : 4).
[779]  Al Quran diturunkan dalam bahasa Arab itu, bukanlah berarti bahwa Al Qu'an untuk bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh manusia.
[780]  disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, Karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat.

Kewajaran dalam komunikasi adalah jika bahasa yang dipakai disesuaikan dengan komunikan (audien), sehingga berhasil merubah tingkah laku khalayak, termasuk orang-orang munafik yang perkataannya suka berubah-ubah atau plin-plan.

e.  Qawlan Layyinan (Komunikasi yang Lemah-lembut)
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. 20 [Thaha] : 44)

2.  Ber-etika secara Individual
Etika Indiviudal (pustakawan) adalah etika yang berkaitan dengan kewajiban dan sikap pustakawan terhadap dirinya sendiri, antara lain adalah:

a. Memelihara kesehatan, dan kesucian lahiriah dan batiniah
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS. 25 [Al Furqan] : 63).

b.  Memelihara Kerapian Diri, Kamar, Tempat Tinggal, dan Lainnya
Sesungguhnya Allah itu Maha Indah yang menyukai keindahan (H.R. Muslim)

c.  Berlaku Tenang
 
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. 13 [Ar-Ra’d] : 28)
Dia-lah yang Telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang Telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana, (QS. 48 [Al Fath] : 4) [1394]  yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi ialah penolong yang dijadikan Allah untuk orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-binatang, angin taufan dan sebagainya.
  
d.  Meningkatkan Ilmu Pengetahuan
Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan[828] jika kamu tidak mengetahui, (QS. 16 [An Nahl] : 43)
[828]  Yakni: orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang nabi dan kitab-kitab. 
Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. 21 [Al Anbiya’] : 7)
 Rasulullah SAW bersabda, Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari manusia, tetapi akan mencabut ilmu itu dari para ulama. Sehingga jika ulama itu tidak ada, maka jadilah manusia itu di bawah pimpinan mereka yang bodoh, lalu orang-orang itu diberi pertanyaan-pertanyaan yang dijawab tanpa ilmu, sehingga sesatlah mereka serta menyesatkan orang lainnya. (HR Muslim)

e.   Istiqamah
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", Kemudian mereka tetap istiqamah[1388] Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.
Mereka Itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang Telah mereka kerjakan. QS. 46 [al-Ahqaf] : 13-14)
[1388]  Istiqamah ialah teguh pendirian dalam tauhid dan tetap beramal yang saleh.

Abu Hurairah ra. Berkata: Bersabda Rasulullah SAW: Bersedang-sedang sajalah kamu dan tetapkanlah dalam beramal, ketahuilah olehmu bahwa tak seorangpun dapat selamat hanya semata-mata bergantung kepada amal perbuatannya. Sahabat bertanya: Tidak juga engkau ya Rasulullah? Jawab Nabi SAAW: Tidak pula saya. Kecuali jika Allah meliputi saya dengan rahmat dan karuniaNya. (H.R. Muslim).

Pengertian hadits ini: supaya kita tidak berlebih-lebihan dalam beramal dari apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebab yang terpenting bukan banyaknya, tetapi tepat dan ikhlasnya disamping itu tetap seterusnya.

3.   Ber-etika terhadap Allah SWT
Disamping itu dalam hubungannya dengan Allah SWT, manusia (Pustakawan) memiliki beberapa kewajiban antara lain:

a. Beriman
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa (QS.2 [Al Baqarah] : 177)
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS.2 [Al Baqarah] :186)
Hadits Nabi SAW:
Artinya : Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman (hadits Qudsi) : Aku tidak mempunyai balasan lain buat hambaKu yang beriman yang apabila kecintaannya dari penduduk dunia ini diambil dan ia dapat menahan diri (bersikap sabar) melainkan surga. (H.R. Bukhari).

b. Taat
20.  Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya), (QS. 8 [Al Anfal] : 20).
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. 4[ An Nisaa’] : 59) 
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu[1480]. dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. 64 [At Taghabun] :16).
[1480]  Maksudnya: nafkahkanlah nafkah yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat.
Hadits Nabi SAW:
Artinya: Ibn Umar r.a.berkata: Bersabda Nabi SAW: Seseorang muslim wajib mendengar, taat pada pemerintahnya, dalam apa yang disetujui atau tidak disetujui, kecuali jika diperintah maksiat. Maka apabila disuruh maksiat, tidak wajib mendengar dan tidak wajib taat. (H.R. Buchari, Muslim)

c. Ikhlas
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS. 98 [Al Bayyinah] :5).
[1595]  Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

Hadits Qudsi:
Artinya: Kelak pada hari qiamat akan didatangkan beberapa buku yang telah disegel, lalu dihadapkan kepada Allah SWT. (Pada waktu itu) Allah berfirman: “Buanglah ini semuanya”. Malaikat berkata: “Demi kekuasaan Engkau, kami tidak melihat di dalamnya melainkan melainkan yang baik-baik saja”. Selanjutnya Allah berfitrman: “Sesungguhnya isinya ini dilakukan bukan karena-Ku, dan Aku sesungguhnya tidak akan menerima kecuali apa-apa yang dilaksanakan karena mencari keridlaan-Ku.” (HQR Bazzar dan Thabarani, dengan dua sanad, atau diantara para rawinya termasuk perawi al-Jami’ush shahih).

d.  Tawadhu’ dan khusyu’
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS.25 [Al Furqan] : 63).

Hadits Qudsi:
Barang siapa yang tawadlu’  karena Aku, seperti begini – lalu Rasulullah SAW mengisyaratkan dengan menelungkupkan tangannya ke bumi- niscaya Aku angkat seperti ini – (lalu Nabi SAW) membalikkan telapak tangannya tadi dan mengangkatnya ke langit. (HQR. Ahmad Bazzar, Abu Ya’la dan Thabarani dalam al-Ausath yang bersumber dari Umar r.a.)

Tawadlu’ ialah bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh dan menjauhi perbuatan takabur (sombong) ganas, ataupun membangkang.

e.  Berdo’a dan berpengharapan/optimis

.
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa[1314] semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 39 [Az Zumar] :53)
[1314]  dalam hubungan Ini lihat surat An Nisa ayat 48. 
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar. (QS. 4 [An Nisaa’] : 48).  
 
Mereka menjawab: "Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, Maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa".
Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat". (QS. 15 [Al Hijr] :55-56).

Hadits Qudsi:
Wahai Bani Adam! Apabila engkau mengajukan permohonan dan mengharap kepada-Ku, Ku-ampuni segala yang ada padamu tanpa perduli. Wahai bani Adam! Sekalipun dosamu bertumpuk-tumpuk hingga setinggi langit, tapi kemuidan engkau meminta ampun kepada-Ku, niscaya Ku ampuni dosamu. Wahai bani Adam! Sekiranya engkau datang dengan dosa setimbang bumi, kemudian engkau menemui Aku (mati) dalam keadaan tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatupun, niscaya Aku kurniakan ampunan setimbang dosa itu. (HQR. Turmudzi yang bersumber dari Anas r.a.)

f.  Baik sangka (Khusnudhan)
Djabir bin Abdillah r.a. telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Jangan mati salah satu kamu, melainkan dalam keadaan baik sangka kepada Allah SWT. (HR Muslim)

g.  Tawakal
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
 Jika Allah menolong kamu, Maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (Tidak memberi pertolongan), Maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal. (QS. 3 [Ali Imran] : 159-160)
[246]  Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.

h.  Bersyukur
Hai Bani Israil[41], ingatlah akan nikmat-Ku yang Telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku[42], niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan Hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk). (QS. 2 [Al Baqarah] : 40)
[41]  Israil adalah sebutan bagi nabi Ya'qub. Bani Israil adalah turunan nabi Ya'qub; sekarang terkenal dengan bangsa Yahudi.
[42]  Janji Bani Israil kepada Tuhan ialah: bahwa mereka akan menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, serta beriman kepada rasul-rasul-Nya di antaranya nabi Muhammad s.a.w. sebagaimana yang tersebut di dalam Taurat.
(26.  Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, Maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu Kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. (QS. 8 [Al Anfaal] : 26).
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan. QS 93 Ad Duha : 11

i.  Qana’ah
Hadits Nabi SAW:
Abdullah bin Amru r.a. berkata: Bersabda Rasulullah SAW: Sungguh untung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa pemberian Allah kepadanya. (H.R. Muslim)

Hakim bin Hizam r.a. berkata: Saya minta kepada Nabi SAW maka ia memberi kepadaku. Kemudian minta kepadanya, dan diberi. Kemudian saya minta kepadanya, dan diberi sambil berkata: Hai Hakim, harta ini memang indah dan manis, maka siapa yang mengambilnya dengan kelapangan hati, diberi berkah baginya. Sebaliknya siapa yang menerimanya dengan kerakusan, tidak berkah baginya, bagaikan orang makan yang tak kunjung kenyang. Dan tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. … (H.R. Buchary, Muslim)

Dari Abu Hurairah r.a. (berkata) dari Nabi SAW beliau bersabda: “Kekayaan itu bukan (tergantung) banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang sebenanrnya) itu adalah kekayaan jiwa”. (H.R. Buchary)

j.  Malu/alhaya’u
Hadits Nabi SAW:
Ibn ‘Umar r.a. berkata: Rasulullah SAW melalui orang yang sedang menasihati saudaranya karena pemalu. Maka bersabda nabi SAW: Biarkanlah ia, maka sesungguhnya sifat malu itu daripada iman. (H.R. Buchary, Muslim)

Imron bin Hushoin r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Malu itu tidak akan menimbulkan sesuatu kecuali kebaikan semata. (H.R. Buchary, Muslim)
Dan dalam riwayat Muslim: Sifat malu itu baik semuanya.

Sifat malu itu adalah sebagian dari cabang/ranting iman. Tetapi bukan malu untuk berbuat sesuatu perbuatan yang baik.
Definisi malu: ialah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan.
Abdul Qasim (Djunaid) berkata: Malu itu, ialah karena memandang budi kebaikan dan melihat kekurangan diri, dan dari kedua pandangan itu timbul perasaan bernama malu.

k.  Bertaubat/istighfar

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. 24 [An Nur] : 31).
ÈDan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang Telah ditentukan dan dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat. (QS. 11 [Hud] : 3)
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. 66 [AtTahriim] : 8).

Sabda Nabi SAW:
Abu Hurairah r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Demi Allah, sesungguhnya saya membaca Istighfar (minta ampun) dan bertobat kepada Allah tiap hari, lebih dari tujuh puluh kali. (H.R. Buchary)

Al-Aghaar bin Jasar Al-Muzany r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Hai sekalian manusia, bertobatlah kamu kepada Allah, dan Istighfarlah (mintalah ampun) kepadaNya, maka sungguh saya bertobat Istighfar tiap hari seratus kali. (H.R. Muslim).

Demikianlah tuntunan Rasulullah SAW kepada kita ummat Islam yang percaya kepada ajaran dan TuntunanNya, sebab istighfar itu bagi manusia merupakan suatu alat yang terbaik untuk taqarrub mendekat kepada Allah SWT, sebab di situ ada pengertian pengakuan sebagai hamba yang lemah, disamping pengakuan terhadap kebesaran Allah SWT dan kekuasaanNya yang mutlak tidak terbatas.

Dari Anas ra. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Allah lebih gembira dengan taubat (yang diajukan) oleh salah seorang hambaNya, daripada kegembiraan seseorang di antara kamu karena menemukan untanya kembali setelah tadinya hilang di tengah padang pasir yang luas. (H.R. Buchary).


Penutup
Dari uraian tersebut di atas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kunci utama dalam suatu tindakan adalah terletak pada hatinya. Hati baik maka tingkah lakunya (etikanya) baik pula, sebaliknya apabila hatinya jelek maka jelek pula perilakunya. Untuk menjaga agar hati kita tetap dalam keadaan sehat dan suci maka diperlukan muhasabah (instropeksi diri) dan melawan kehendak nafsu (mukhalafah).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Umar bin Khatab ra bahwa ia berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Karena yang demikian itu akan lebih ringan bagi kalian besok bila sekarang kalian hitung sendiri. Dan berhiaslah untuk sebuah pertunjukan besar hari itu, karena semua akan dipertontonkan tidak ada satu pun yang tersembunyi.”
Imam Ahmad juga meriwayatkan dari al-Hasan yang berkata, “Tiada seorang mukmin (sejati) melainkan selalu menghisap dirinya. Adapun orang yang durhaka tidak akan mundur dari kejahatan dan tidak pula menghisap dirinya”.
Sesungguhnya ada dua tipe manusia. Tipe pertama adalah manusia yang dikuasai oleh nafsunya, yang membuat dirinya tunduk pada perintah nafsu. Tipe kedua adalah sebaliknya, manusia yang dapat menguasai dan mengalahkan nafsunya sehingga nafsunya tunduk kepada mereka dan melakukan segala perintah mereka.
Allah SWT berfirman:
Adapun orang yang melampaui batas,  Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,  Maka Sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya). (QS. 79 [an-Nazi’at] : 37- 41).


Daftar Pustaka 
Al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim.  2005. Tombo Ati: Cerdas Mengobati Hati Sendiri [Judul Alsi: Thibb al-Qulub] penerjemah: Muhammad Babul Ulum dan Edi Henri M. Jakarta: Maghfirah Pustaka.

Amir, Mafri. 1999. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.

Asy, Maftuh Ahan. 2003. Kumpulan Hadits Terpilih Shohih Bukhori. Surabaya: Terbit Terang.

Badroen dkk., Faisal. 2007. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: Kencana.

Bahreisj, Hussein. 1987. Himpunan Hadits Shahih Muslim. Surabaya: Al Ikhlas.

Bahreisy, Salim. 1987. Tarjamah Riadhus Shalihin I. Bandung: PT Al Ma’arif.

Hermawan, Rachman dan Zen, Zulfikar. 2006. Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan terhadap Kode Etik Pustakawan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.

Quran In Word Ver 1.0.0 Created by Mohamad Taufiq

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Usman, Ali; Dahlan, H.A.A. dan Dahlan, H.M.D. 2006. Hadits Qudsi: Firman Allah yang tidak Dicantumkan dalam Al Qur’an, Pola Pembinaan Akhlak Muslim. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.